Berita

Vietnam Batalkan Parade Pride, Apa Tanda Kemunduran Hak LGBTQ+?

— Vietnam selama ini dikenal sebagai salah satu negara Asia yang paling terbuka dan toleran terhadap komunitas LGBTQ+. Namun, pada akhir September lalu, kota Ho Chi Minh secara tiba-tiba membatalkan parade Pride beserta beberapa acara bertema LGBTQ+ lainnya, menimbulkan kehebohan di kalangan aktivis dan masyarakat.

Keputusan ini mengejutkan banyak pihak karena kota-kota lain, seperti Hanoi, tetap menggelar acara serupa. Pembatalan ini diduga bukan kebijakan nasional, melainkan keputusan yang diambil secara lokal. Meski begitu, langkah ini menimbulkan pertanyaan besar tentang masa depan hak-hak komunitas LGBTQ+ di Vietnam yang selama ini dianggap progresif.

Respons Partai Komunis dan Kekhawatiran Hak LGBTQ+

Menurut Patricia Gossman, Wakil Direktur Divisi Asia Human Rights Watch, pembatasan ini kemungkinan berakar dari perebutan kekuasaan internal di Partai Komunis Vietnam. Ia menilai ada kecenderungan pemerintah untuk menghindari risiko dalam kebijakan yang dianggap kontroversial, termasuk isu LGBTQ+.

Vietnam dikenal sebagai pelopor di Asia dalam perlindungan hak LGBTQ+. Pada 2015, negara ini mencabut larangan pernikahan sesama jenis secara simbolis dan mengizinkan perubahan jenis kelamin secara legal. Parade Pride pun rutin digelar di Hanoi dan Ho Chi Minh. Bahkan pada 2022, Kementerian Kesehatan menegaskan homoseksualitas bukan penyakit dan tidak perlu disembuhkan.

Dukungan Publik dan Perbandingan Regional

Survei Pew Research Center tahun 2023 menunjukkan 65% warga Vietnam mendukung legalisasi pernikahan sesama jenis, menempatkan Vietnam sebagai negara dengan tingkat dukungan tertinggi kedua di Asia setelah Taiwan. Sebagai perbandingan, dukungan di Indonesia hanya 5% dan di Singapura 45%.

Survei lain yang didukung PBB mencatat peningkatan dukungan terhadap pernikahan sesama jenis di Vietnam dari 56% pada 2023 menjadi 67% pada tahun berikutnya, menandakan perubahan positif di masyarakat.

Ruang Gerak Komunitas LGBTQ+ yang Makin Terbatas

Meski sebelumnya gerakan LGBTQ+ relatif bebas dari tekanan, situasi mulai berubah sejak To Lam menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis. Ia melancarkan kampanye menyingkirkan reformis masyarakat sipil, termasuk aktivis lingkungan dan buruh, yang membuat ruang gerak komunitas ini menyempit drastis.

Phil Robertson, Direktur Asia Human Rights and Labor Advocates, menjelaskan bahwa aktivis LGBTQ+ selama ini tidak menantang kontrol politik, namun penindakan baru ini berdampak besar pada aktivitas mereka.

Ketakutan Terhadap Protes Anak Muda Jadi Faktor Utama

Peneliti Dien Luong dari ISEAS–Yusof Ishak Institute Singapura menilai pembatalan parade Pride lebih dipicu oleh kekhawatiran pemerintah akan kerusuhan yang dipicu kaum muda, terutama setelah gelombang protes generasi Z melanda beberapa negara Asia.

Kemarahan terhadap ketidaksetaraan dan korupsi memicu demonstrasi berdarah di Indonesia, Filipina, Nepal, hingga Timor Leste, sehingga otoritas Vietnam semakin waspada terhadap potensi kerusuhan serupa.

Dinamika Global dan Pengaruh Amerika Serikat

Gossman juga mencatat bahwa perubahan politik di AS, khususnya kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih, berimbas pada penghapusan program keragaman dan hak LGBTQ+, yang membuat Vietnam merasa kurang mendapat tekanan dari Washington dalam isu ini.

Aktivis LGBTQ+ Vietnam menyatakan dukungan dari Kedutaan AS di Hanoi menurun sejak masa jabatan Ted Osius, diplomat AS pertama yang terbuka sebagai gay dan dianggap sebagai pendukung advokasi LGBTQ+ di Vietnam.

Aktivisme yang Terpaksa Berjalan Diam-diam

Masa depan komunitas LGBTQ+ di Vietnam kini bergantung pada apakah pembatasan ini hanya bersifat sementara atau menjadi bagian dari kebijakan yang lebih sistematis. Aktivis memperkirakan akan ada lebih banyak pembatasan, pengawasan, dan tekanan hukum ke depan.

Banyak aktivis memilih untuk tetap berhati-hati dan membatasi aktivitas politik demi menghindari risiko penahanan. Keadaan ini mencerminkan tekanan yang semakin besar terhadap kebebasan berekspresi komunitas LGBTQ+ di Vietnam.

Jangan ketinggalan informasi penting! Follow kami sekarang di Google News.

Penulis: Sony Watson