Media Netizen — Kasus dugaan korupsi distribusi bantuan sosial (bansos) tahun 2020 di Kementerian Sosial (Kemensos) kembali bergulir. Staf Ahli Menteri Bidang Perubahan dan Dinamika Sosial Kemensos, Edi Suharto, mengakui dirinya telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, Edi menegaskan bahwa dirinya hanya menjalankan perintah mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara.
Dalam jumpa pers di Acacia Hotel, Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2025), Edi menyampaikan telah melaporkan perkembangan kasus ini kepada Menteri dan Sekretaris Jenderal Kemensos. “Ya kami sudah sampaikan (perihal Mensos) melalui Pak Sekjen kepada Pak Menteri juga perkembangan ini,” ujarnya.
Dukungan dari Gus Ipul untuk Hadapi Kasus
Edi juga mengungkapkan bahwa Gus Ipul, politikus yang dikenal luas, memintanya untuk bersikap tegas menghadapi kasus ini. “Beliau menyampaikan agar saya coba dihadapi dan yakin bahwa saya tidak menerima apa pun dan tidak terlibat pelanggaran aturan,” kata Edi. “Kami mendapat doa dan dukungan untuk melewati persoalan ini dengan baik,” tambahnya.
Pengakuan Mengikuti Perintah Juliari Batubara
Edi mengaku bahwa seluruh tugas yang dijalankan terkait bansos beras untuk 10 juta keluarga miskin selama pandemi COVID-19 berasal dari arahan langsung Juliari Batubara. “Awalnya, Pak Juliari memanggil pejabat Kemensos dalam rapat pimpinan dan menyampaikan rencana penyaluran beras Bulog untuk mengurangi beban sosial masyarakat,” jelas Edi.
Namun, Edi mengaku penugasan tersebut tidak sesuai dengan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Permasyarakatan Sosial (Dayasos), melainkan seharusnya menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos). Meski sudah menyampaikan keberatan, Juliari tetap memaksa menggunakan Dayasos.
Keberatan atas Peran Transporter dalam Distribusi Bansos
Edi menyatakan keberatan terhadap keterlibatan transporter dalam penyaluran bansos beras. Ia sempat mengusulkan agar Bulog tidak hanya menyiapkan beras, tapi juga langsung menyalurkannya ke penerima manfaat. Namun, Bulog hanya bersedia menyalurkan sampai tingkat desa atau kelurahan. Juliari tetap memerintahkan adanya transporter hingga tingkat RT/RW.
Edi juga mengungkapkan keterlibatan PT Dosni Roha Logistik (DNR Logistics), perusahaan milik teman Juliari yang menjadi transporter dalam program bansos tersebut. “Saya tanya Pak Juliari soal DNR, beliau menjawab itu perusahaan milik temannya,” ujar Edi.
Perintah Juliari Lewat Pesan WhatsApp yang Menguntungkan Transporter
Menurut Edi, Juliari menetapkan bobot 80% untuk harga dan 20% untuk penilaian lainnya dalam proses pembelian transporter, yang dinilai menguntungkan pihak tertentu. Bahkan Juliari mengirimkan pesan WhatsApp yang berisi arahan agar aturan pengiriman beras ke keluarga penerima manfaat tidak terlalu berat sehingga memudahkan pelaksanaan di lapangan.
“Isi pesan itu secara implisit menguntungkan transporter dalam pendistribusian beras,” ujar Edi menambahkan.
Edi Minta Keadilan, Sebut Juliari yang Bertanggung Jawab
Dalam kesempatan itu, Edi menegaskan bahwa yang seharusnya bertanggung jawab atas kasus korupsi ini adalah Juliari Batubara, bukan dirinya. “Saya mohon keadilan yang seadil-adilnya, karena saya hanya menjalankan perintah jabatan,” tegasnya.
Edi juga mengaku telah berusaha menjaga integritas sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) selama lebih dari 30 tahun agar program bansos berjalan sesuai prosedur. Ia menuding Juliari yang mengkondisikan program distribusi bansos tersebut untuk keuntungan tertentu.
Pengakuan Tak Pernah Terima Uang dan Mohon Lepas dari Proses Pidana
Lebih lanjut, Edi memohon agar KPK melepaskannya dari proses pidana karena merasa menjadi korban dalam kasus ini. “Saya tidak pernah menerima apa pun, tidak memperkaya diri maupun orang lain,” ucapnya.
Perlu diketahui, pada Agustus 2025, KPK menetapkan lima tersangka baru dalam kasus korupsi bansos di Kemensos tahun 2020, termasuk Edi Suharto.