Media Netizen — Gurun-gurun gersang di wilayah utara Arab selama ini dianggap terlalu keras untuk ditempati manusia purba. Namun, penemuan terbaru mengubah pandangan tersebut secara drastis. Para arkeolog menemukan berbagai ukiran besar berupa unta, ibex, kijang, dan kuda yang dipahat setinggi manusia di lereng tebing gurun, bersama dengan peralatan, manik-manik, serta jejak perkemahan sementara.
Temuan ini membuktikan bahwa manusia tidak hanya hidup di kawasan ini selama periode Zaman Es terakhir dan Holosen yang lebih hangat, tetapi juga meninggalkan karya seni monumental yang masih terlihat hingga kini, bertahan melewati ribuan tahun di atas pasir gurun.
Wawasan Baru tentang Kehidupan di Gurun Arab
Selama puluhan tahun, para peneliti meyakini bahwa kawasan inti Arabia kosong selama periode Maksimum Glasial Terakhir, yaitu sekitar 25.000 hingga 10.000 tahun yang lalu. Lapisan es yang luas mengunci air di berbagai wilayah dunia, sehingga Arabia berubah menjadi gurun kering yang sulit untuk dihuni secara permanen. Oleh sebab itu, manusia diduga menghindari wilayah ini sampai kondisi yang lebih basah dan ramah muncul pada masa Holosen.
Namun, hasil penggalian di tiga lokasi, yakni Jebel Arnaan, Jebel Mleiha, dan Jebel Misma, menunjukkan adanya air sesekali muncul sejak 17.000 tahun lalu. Lekukan-lekukan dangkal yang sebelumnya bukan danau subur ini mampu menampung cukup air sebagai jalur kehidupan manusia pada masa itu.
Analisis sedimen dasar danau purba—dikenal sebagai playa—mengungkapkan adanya lapisan pasir dan lempung yang berselang-seling tertiup angin. Hal ini menjadi bukti bahwa air mengendap dalam waktu singkat pada periode yang lebih lembap. Penanggalan luminesensi menegaskan bahwa danau-danau dangkal ini mulai terbentuk jauh lebih awal, antara 17.000 hingga 13.000 tahun lalu, sebelum fase lembap Holosen dimulai.
Meskipun kolam ini bersifat sementara dan tidak terhubung dengan vegetasi lebat atau lapisan tanah dalam, keberadaan oasis sementara ini cukup untuk mendukung kelompok manusia migran sebagai titik lintasan melintasi gurun yang luas.
Seni Cadas Raksasa sebagai Bukti Kehidupan dan Budaya
Di dekat area playa, para arkeolog mendokumentasikan 62 panel seni cadas yang berisi 176 ukiran, dengan 130 di antaranya memiliki ukuran seukuran aslinya. Ukiran-ukiran ini sangat besar dan detail, seperti unta setinggi tiga meter, ibex dengan tanduk melengkung, serta kuda dan rusa yang dipahat realistis.
Beberapa panel dipasang pada ketinggian luar biasa, bahkan di tebing sempit setinggi hampir 40 meter dari permukaan gurun. Di satu lokasi, para pengukir memanjat tebing untuk mengukir 23 unta dan kuda pada dua sisi tebing selebar 23 meter.
Menurut Dr. Maria Guagnin dari Max Planck Institute of Geoanthropology, “Ukiran-ukiran besar ini bukan sekadar seni cadas, melainkan bentuk pernyataan kehadiran, akses, dan identitas.” Sementara Dr. Ceri Shipton dari University College London menyebutkan bahwa “Seni cadas ini menandai sumber air dan jalur pergerakan, kemungkinan juga sebagai klaim teritorial dan memori antar generasi.”
Temuan Pendukung di Lokasi Ukiran
Di bawah ukiran-ukiran tersebut, ditemukan peralatan batu, perapian, manik-manik, pigmen, serta keramik dan sisa tulang hewan. Salah satu alat yang mungkin dipakai untuk mengukir berasal dari sekitar 12.000 tahun lalu dan ditemukan di parit Jebel Arnaan. Penanggalan radiokarbon menunjukkan manusia telah berada di situs tersebut antara 12.800 hingga 11.400 tahun lalu, pada era Neolitikum Pra-Tembikar A yang juga tercatat di wilayah Levant.
Peralatan seperti mata panah El Khiam dan Helwan, bor, serta bilah pisau ditemukan dalam penggalian. Manik-manik dari kerang laut yang diimpor dari jarak lebih dari 300 kilometer menunjukkan adanya jaringan perdagangan atau perjalanan jauh pada masa itu. Pigmen mineral hijau yang ditemukan mengindikasikan aktivitas simbolis atau seremonial yang dilakukan masyarakat purba.
Semua temuan ini menghubungkan masyarakat gurun Arab dengan jaringan budaya yang lebih luas, jauh melampaui hamparan pasir yang tampak kering dan sunyi.
Penemuan ini tidak hanya memberikan gambaran masa lalu, tetapi juga menginspirasi pemahaman bagaimana manusia beradaptasi menghadapi perubahan iklim ekstrem. Studi ini memperkaya warisan budaya Arab Saudi dan membuka peluang pelestarian, pembelajaran, serta pengembangan pariwisata sejarah yang menghidupkan kembali kisah peradaban manusia purba di kawasan ini.