Media Netizen — Gelombang boikot produk Israel dan afiliasinya di Indonesia menunjukkan dinamika yang cukup fluktuatif. Semangat masyarakat untuk mendukung perjuangan Palestina melalui gerakan boikot kerap naik turun, bergantung pada momentum dan peristiwa besar yang terjadi di tingkat nasional maupun internasional.
Ismail Fahmi, CEO Drone Emprit, mengungkapkan hasil analisis tren digital mengenai gerakan boikot Israel saat menjadi pembicara di detikcom Leaders Forum. Menurutnya, tanpa adanya pemicu signifikan, antusiasme publik terhadap boikot cenderung menurun.
Tren Boikot Meningkat Saat Ada Momentum Besar
“Kami mengamati grafik tren dari Januari hingga September 2025 yang sangat dinamis. Puncak perhatian terjadi saat ada event internasional atau kampanye besar yang diangkat oleh para aktivis di Indonesia,” jelas Ismail. Ia menambahkan, tanpa momentum tersebut, tren boikot bisa stagnan atau bahkan menurun.
Salah satu faktor utama yang meningkatkan kembali semangat boikot adalah Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 83 Tahun 2023. Fatwa ini menegaskan bahwa umat Islam dilarang mendukung agresi Israel secara langsung maupun tidak langsung dan wajib mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina.
Data dan Perkembangan Tren Boikot di Media Sosial
Drone Emprit memonitor kata kunci terkait boikot dalam Bahasa Indonesia dan juga nama-nama gerakan seperti BDS dan BDS Indonesia sejak awal 2025. Ismail menjelaskan, pembahasan di media sosial memuncak pada 7 April 2025 dengan 495 mentions, dipicu oleh seruan boikot produk tertentu dan diskusi mengenai dampak boikot bagi pekerja lokal serta dukungan terhadap Gerakan BDS.
Selanjutnya, pada 7 Juli 2025, pemberitaan media online meningkat dengan 59 mentions. Lonjakan ini berkaitan dengan aksi damai “One Million Women for Gaza” dan kampanye #GantiProduk yang menyerukan boikot restoran cepat saji pro-Israel, disertai penguatan narasi moral melalui fatwa MUI No. 83/2023.
Fatwa MUI sebagai Penguat Kesadaran Publik
“Tren boikot naik turun, biasanya puncaknya saat ada event internasional atau fatwa MUI yang menegaskan haramnya menggunakan produk dari perusahaan yang mendukung Israel,” ujar Ismail. Fatwa ini disebut mampu membangun kesadaran dan mendongkrak partisipasi masyarakat dalam gerakan boikot.
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, menegaskan bahwa agresi Israel merupakan genosida terhadap rakyat tak berdosa, sehingga mendukungnya hukumnya haram.
“Siapa pun yang memberi dukungan kepada Israel berarti terlibat dalam kejahatan kemanusiaan, dan itu melanggar hukum Islam,” tegas Kiai Cholil.
Dampak Nyata Fatwa terhadap Penjualan Produk
Fatwa MUI tersebut berdampak signifikan terhadap penurunan penjualan produk afiliasi Israel. KH Cholil menjelaskan, penurunan mencapai 9% pada November 2023, tepat setelah fatwa diterbitkan, dan tren penurunan berlanjut hingga April dan Mei 2024.
Menariknya, penurunan ini diikuti oleh peningkatan penjualan produk dalam negeri sebagai alternatif pengganti.
Produk Halal Bisa Jadi Haram Karena Faktor Eksternal
Wakil Ketua Umum Dewan Pakar PP Dewan Masjid Indonesia (DMI), Imam Addaruqutni, menambahkan bahwa keharaman suatu produk tidak hanya dilihat dari kandungannya, tapi juga dari hubungan eksternal yang melekat.
“Fatwa MUI menyatakan bahwa usaha dengan produk halal bisa menjadi haram jika terkait langsung dengan upaya mendukung genosida dan penjajahan Israel,” paparnya.
Ajakan Ulama untuk Istikamah dalam Boikot
Para ulama mengajak masyarakat untuk tetap konsisten (istikamah) dalam menyuarakan boikot. KH Cholil menyebut, melemahkan kekuatan ekonomi Israel melalui boikot merupakan salah satu langkah paling efektif bagi masyarakat sipil dalam mendukung perjuangan Palestina dan menolak agresi militer.