Media Netizen — Persidangan praperadilan yang diajukan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (3/10/2025). Sidang ini menjadi momen penting bagi Nadiem untuk meminta hakim membatalkan status tersangka yang ditetapkan Kejaksaan Agung terkait kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh hakim tunggal I Ketut Darpawan, kuasa hukum Nadiem menegaskan bahwa kliennya belum pernah diperiksa sebagai calon tersangka sebelum penetapan resmi. Mereka juga menyebut adanya kejanggalan dalam proses penyidikan, termasuk penetapan tersangka dan penahanan yang dilakukan bersamaan pada 4 September 2025 tanpa melalui tahapan yang semestinya.
Argumen Kuasa Hukum Nadiem soal Penetapan Tersangka
Kuasa hukum menjelaskan bahwa Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang keluar pada 20 Mei 2025 tidak mencantumkan identitas tersangka. Baru pada 4 September 2025, Nadiem resmi ditetapkan tersangka dan langsung ditahan pada hari yang sama berdasarkan Surat Perintah Penahanan dari Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Mereka menilai penetapan tersangka Nadiem tidak sah karena tidak disertai hasil audit kerugian negara yang valid dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Saat penetapan, BPKP masih dalam tahap pendalaman audit dan belum mengeluarkan hasil resmi terkait kerugian negara yang nyata.
Keberatan atas Prosedur dan Identitas dalam Surat Penetapan
Dalam persidangan, kuasa hukum juga menyoroti bahwa penetapan tersangka tidak diikuti dengan penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Hal ini mereka nilai sebagai tindakan sewenang-wenang oleh Kejaksaan Agung. Selain itu, dalam surat penetapan tersangka, Nadiem disebut sebagai karyawan swasta, bukan sebagai anggota kabinet sesuai dengan data dalam KTP-nya.
“Pemohon ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan 2019-2022, namun disebut sebagai karyawan swasta, padahal berdasarkan KTP, beliau adalah anggota kabinet,” ujar kuasa hukum di ruang sidang.
Program Digitalisasi Pendidikan dan Alokasi Anggaran
Kuasa hukum Nadiem juga menyatakan bahwa program digitalisasi pendidikan yang menjadi objek perkara tidak tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Mereka menekankan bahwa program tersebut tidak memiliki struktur maupun alokasi anggaran resmi dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional.
“RPJMN adalah dokumen resmi yang menjabarkan visi dan misi presiden terpilih hasil Pemilu 2019. Program digitalisasi pendidikan 2019-2022 tidak tercantum di dalamnya,” tambahnya.
Permohonan Praperadilan dan Petitum Lengkap
Nadiem melalui kuasa hukumnya mengajukan beberapa permohonan dalam praperadilan, antara lain:
- Menyatakan pemeriksaan praperadilan harus didahulukan sebelum pemeriksaan pokok perkara.
- Menyatakan surat-surat perintah penyidikan dan penahanan terkait penetapan tersangka atas nama Nadiem Anwar Makarim tidak sah dan tidak berdasar hukum.
- Mengeluarkan perintah penahanan terhadap Nadiem dibatalkan dan memerintahkan rehabilitasi serta pengembalian harkat dan martabat kliennya.
- Memerintahkan penghentian penyidikan terhadap Nadiem dalam perkara tersebut.
- Menetapkan bahwa Kejaksaan Agung tidak berwenang melakukan penyidikan maupun penahanan lebih lanjut terhadap Nadiem.
- Jika perkara dilanjutkan ke tahap penuntutan atau pemeriksaan pokok, memohon penahanan diganti dengan tahanan kota atau tahanan rumah.
Kuasa hukum juga meminta agar hakim memerintahkan Kejaksaan Agung membayar biaya perkara dan memberikan putusan seadil-adilnya jika terdapat pertimbangan lain.






