Media Netizen — Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menegaskan bahwa pemangkasan dana bagi hasil (DBH) dari pemerintah pusat tidak akan memengaruhi pembayaran gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) di ibu kota. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Pramono saat ditemui di Balai Kota Jakarta pada Selasa (7/10/2025).
Meski demikian, Pramono mengakui bahwa pemotongan DBH akan berdampak pada rekrutmen penyedia jasa lainnya perorangan (PJLP) pada tahun 2026. Menurutnya, jumlah PJLP yang direkrut tahun depan akan dikurangi seiring dengan berkurangnya dana tersebut.
Gaji ASN Tetap Stabil, Rekrutmen PJLP Terpengaruh
“Tidak ada hal yang berkaitan dengan ASN terkait pemotongan DBH,” ujar Pramono. Ia melanjutkan bahwa yang paling terdampak adalah PJLP. Contohnya, pada sektor pemadam kebakaran (damkar) yang selama ini merekrut sekitar 1.000 personel, serta pasukan orange dan pasukan putih yang jumlahnya masing-masing 1.100 dan 500 orang.
“Dengan adanya pengurangan dana ini, peluang rekrutmen PJLP pada tahun depan kemungkinan akan berkurang,” ujarnya. Namun, ia menegaskan bahwa pada tahun 2025, belum ada perubahan dalam rekrutmen ataupun gaji PJLP maupun ASN.
Dialog Pramono dengan Menteri Keuangan Bahas DBH
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menggelar pertemuan dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Balai Kota. Salah satu topik utama diskusi adalah penyesuaian dana bagi hasil untuk DKI Jakarta.
“Hari ini kami berdiskusi hampir satu jam. Fokus utama adalah menyelaraskan kebijakan fiskal yang diambil pemerintah pusat, terutama terkait pengaturan DBH,” kata Pramono usai pertemuan.
APBD DKI Disesuaikan dan Pendanaan Kreatif Jadi Solusi
Meski terjadi pemotongan DBH, Pemprov DKI tidak keberatan dan berkomitmen menyesuaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dari sebelumnya Rp 95 triliun, APBD akan direvisi menjadi sekitar Rp 79 triliun.
Untuk menutupi kekurangan dana, Pemprov Jakarta mengajukan izin kepada Kementerian Keuangan agar bisa melakukan creative financing. Salah satu langkah yang diusulkan adalah pembentukan Jakarta Collaboration Fund serta penerbitan obligasi daerah yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
“Kami meminta izin kepada Kementerian Keuangan untuk menyetujui pembiayaan kreatif ini, termasuk obligasi daerah dan sebagainya,” jelas Pramono.






