Berita

Polri Jelaskan Alasan Belum Menahan Adik Jusuf Kalla dalam Kasus Korupsi PLTU Rp 1,3 Triliun

— Polri resmi menetapkan Halim Kalla, adik kandung mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) senilai Rp 1,3 triliun di Kalimantan Barat. Meski demikian, Halim Kalla bersama tiga tersangka lain belum ditahan oleh penyidik Polri.

Kasus ini juga menyeret nama Fahmi Mochtar, mantan Direktur Utama PLN periode 2008-2009, serta dua pejabat lain dari PT BRN dan PT Praba. Keempat tersangka tersebut sudah resmi ditetapkan dalam penyidikan yang tengah berjalan di Bareskrim Polri.

Alasan Belum Dilakukan Penahanan

Dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Senin (6/10/2025), Kepala Kortas Tipikor Bareskrim Polri, Irjen Cahyono Wibowo, menjelaskan alasan belum dilakukan penahanan terhadap para tersangka. Dia menyebut penyidik masih berkoordinasi dengan Kejaksaan untuk melengkapi berkas perkara.

“Untuk penahanan belum kami lakukan. Saat ini kami masih berkoordinasi dengan Kejaksaan terkait kelengkapan berkas perkara,” ujar Cahyono.

Dia juga memastikan proses hukum sudah berjalan dan segera dilakukan koordinasi lanjutan agar upaya paksa seperti penahanan dapat dilakukan dalam waktu dekat.

Pasal yang Disangkakan

Para tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Kasus Diambil Alih oleh Polri

Awalnya, penyidikan kasus ini dilakukan oleh Polda Kalimantan Barat sejak April 2021. Namun, pada Mei 2024, penyidik Kortas Tipikor Bareskrim Polri mengambil alih penanganan perkara.

Menurut Cahyono, keputusan pengambilalihan didasarkan pada kompleksitas kasus dan adanya pengaduan masyarakat (Dumas) yang masuk. Selain itu, penyidikan sempat mengalami kendala karena keterbatasan anggaran dan sumber daya di Polda Kalbar.

“Kasus ini sangat rumit dan melibatkan banyak pihak, termasuk dari luar negeri, sehingga perlu penanganan khusus dari Bareskrim,” jelasnya.

Kerja Sama dengan Polda Kalbar

Meskipun sudah diambil alih, Polri tetap melibatkan penyidik dari Polda Kalbar dalam proses penyelidikan. Pada November 2024, kasus ini dinaikkan ke tahap penyelidikan dengan metode joint investigation antara Bareskrim dan Polda Kalbar.

Beberapa saksi dan pihak terkait yang berada di Kalimantan Barat juga dimintai keterangan dalam proses penyidikan bersama tersebut.

Kasus High Profile dengan Kerugian Negara Besar

Cahyono menambahkan, kasus ini masuk kategori high profile karena melibatkan tokoh penting dan kerugian negara mencapai Rp 1,3 triliun. Selain itu, keterlibatan perusahaan asing dari Singapura dan Rusia menambah tingkat kerumitan perkara.

“Karena profil tersangka dan kompleksitas kasus, kami anggap perlu penanganan yang lebih fokus dan terkoordinasi,” ujar dia.

Jangan ketinggalan informasi penting! Follow kami sekarang di Google News.

Penulis: Sony Watson