Berita

Polri Bongkar Kongkalikong Fahmi Mochtar dan Halim Kalla dalam Kasus Korupsi PLTU Rp 1,3 Triliun

— Kasus dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 di Mempawah, Kalimantan Barat, membuka tabir permainan kongkalikong antara mantan Dirut PLN Fahmi Mochtar dan pengusaha Halim Kalla. Polri melalui Kortas Tipikor Bareskrim resmi menetapkan empat tersangka dalam kasus yang nilainya mencapai Rp 1,3 triliun ini.

Dalam jumpa pers yang digelar di Bareskrim Polri pada Senin (6/10/2025), Direktur Penindakan Kortas Tipikor Brigjen Toto Suharyanto mengungkapkan detail modus operandi yang dilakukan para tersangka. Keempat tersangka adalah Fahmi Mochtar (mantan Dirut PLN), Halim Kalla (Direktur PT BRN), RR (Dirut PT BRN), dan HYL (Direktur PT Praba Indopersada). Meski telah ditetapkan tersangka, keempatnya belum ditahan.

Permufakatan dan Lelang Ulang Proyek PLTU 1 Kalbar

Kasus ini bermula pada 2008 saat proyek PLTU 1 Kalbar dengan kapasitas 2×50 megawatt dilelang ulang. Toto menduga adanya kesepakatan sebelum proses lelang itu berlangsung. “Mens rea yang dibangun adalah pelaksanaan lelang tersebut didapat fakta tersangka FM selaku Dirut PLN telah melakukan permufakatan untuk memenangkan salah satu calon dengan tersangka HK dan tersangka RR selaku pihak PT BRN dengan tujuan untuk memenangkan lelang PLTU 1 Kalimantan Barat,” ujar Toto.

Penunjukan KSO PT BRN dan Alton Tanpa Syarat Teknis

Toto menambahkan, KSO PT BRN dan Alton lolos lelang atas arahan Fahmi Mochtar meski tidak memenuhi persyaratan teknis maupun administrasi. “Tersangka FM telah meloloskan dan memenangkan KSO BRN, Alton dan OJSC meskipun tidak memiliki syarat teknis maupun administrasi. Selain itu diduga kuat bahwa perusahaan Alton, UGSC tidak tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dikepalai oleh PT BRN,” jelasnya.

Pengalihan Pekerjaan ke PT Praba Indopersada dan Aliran Fee

Pada 2009, KSO BRN diduga mengalihkan seluruh pekerjaan kepada PT Praba Indopersada yang dipimpin oleh HYL. Polisi menduga terjadi pemberian fee kepada KSO BRN oleh PT Praba. “Sebelum penandatanganan kontrak, KSO BRN telah mengalihkan seluruh pekerjaan kepada PT Praba Indopersada dengan dirut tersangka HYL dengan kesepakatan pemberian imbalan fee kepada PT BRN. Selanjutnya TSK HYL diberi hak sebagai pemegang keuangan KSO BRN,” tutur Toto.

Penandatanganan Kontrak Rp 1,2 Triliun dan Pekerjaan yang Tidak Tuntas

Fahmi Mochtar dan RR menandatangani kontrak senilai Rp 1,254 triliun pada 28 Desember 2009 dengan masa kontrak hingga 28 Februari 2012. Namun, proyek ini hanya menyelesaikan 57 pekerjaan dari total yang direncanakan, meski telah mengalami 10 kali perubahan kontrak. “Pada akhir kontrak KSO BRN maupun PT Praba Indopersada baru menyelesaikan 57 pekerjaan. Kemudian telah dilakukan beberapa kali amandemen sebanyak 10 kali dan terakhir 31 Desember 2018,” ungkap Toto.

Proyek Terhenti Sejak 2016 dan Pembayaran Tak Sah

PLN menyatakan proyek terhenti karena alasan keuangan, namun polisi menyebut pekerjaan sebenarnya berhenti sejak 2016 dengan progres 85,56 persen. Meski begitu, PT KSO BRN telah menerima pembayaran sebesar Rp 323 miliar untuk konstruksi sipil dan USD 62,4 juta untuk pekerjaan mekanikal elektrikal dari PLN. “Fakta sebenarnya pekerjaan telah terhenti sejak 2016. Sehingga PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp 323 miliar dan USD 62,4 juta,” jelas Toto.

Jangan ketinggalan informasi penting! Follow kami sekarang di Google News.

Penulis: Sony Watson