Berita

Pemeriksaan Sampel DNA 9 Jenazah Korban Ambruk Ponpes Al Khoziny Dilakukan di Jakarta

— Proses identifikasi jenazah korban ambruknya Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur terus berlanjut dengan pengambilan sampel DNA. Tim Disaster Victim Identification (DVI) telah mengumpulkan sampel dari sembilan jenazah yang kemudian dikirim ke Jakarta untuk diperiksa secara menyeluruh.

Pengiriman sampel DNA tersebut dilakukan ke Pusat Laboratorium DNA Pusdokkes Polri yang berlokasi di Cipinang, Jakarta Timur. Langkah ini menjadi bagian penting dalam memastikan identitas para korban secara akurat.

Pengambilan Sampel DNA dan Data Antemortem

Kompol Naf’an, Kaur Kes Kamtibmas Subdit Dokpol Biddokes Polda Jawa Timur, menjelaskan bahwa sampel DNA dari sembilan jenazah sudah diambil di RS Bhayangkara Surabaya. Selain itu, sampel DNA pendamping dari orang tua korban juga dikumpulkan dan pagi ini telah diterbangkan ke Jakarta untuk proses pemeriksaan.

“Sudah kami lakukan pengambilan sampel DNA 9 jenazah di RS Bhayangkara Surabaya dan sampel DNA pendamping orang tua, pagi ini sudah diterbangkan ke Jakarta,” ujar Kompol Naf’an saat konferensi pers di Jawa Timur, Sabtu (4/10/2025).

Selain pengambilan sampel DNA, tim DVI juga melakukan pendataan untuk memperoleh data antemortem dan postmortem. Hingga saat ini, tim telah mengumpulkan data antemortem dari 57 orang tua korban sebagai bagian dari proses identifikasi.

Proses Identifikasi Jenazah

Dalam proses identifikasi, tim DVI mengandalkan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pemeriksaan sidik jari dan sampel gigi jenazah. Jika kedua metode tersebut tidak membuahkan hasil, maka sampel DNA menjadi langkah berikutnya yang diambil.

“Jika dari keduanya tidak ditemukan kecocokan, maka dilakukan pengambilan sampel DNA dan itu sudah kami lakukan,” jelas Kompol Naf’an.

Mengenai durasi pemeriksaan, sesuai standar operasional prosedur (SOP), proses pemeriksaan DNA membutuhkan waktu sekitar dua hingga tiga minggu, tergantung pada tingkat kesulitan kasus yang ditangani.

“Tergantung juga apakah ada korban lain yang diperiksa, karena Pusdokkes lain di seluruh Indonesia hanya ada satu lab DNA yaitu di Cipinang,” tambahnya.

Data Sekunder dan Pendukung Identifikasi

Selain data primer, tim DVI juga mengumpulkan data sekunder berupa rekam medis jenazah yang diperoleh dari keluarga korban. Data ini kemudian dibandingkan dengan tanda-tanda medis yang ada selama korban masih hidup.

Proses ini juga didukung oleh pencocokan properti yang digunakan korban saat kejadian, seperti pakaian dan perlengkapan lainnya. Kesaksian saksi yang selamat sangat membantu dalam mengidentifikasi ciri-ciri properti tersebut.

“Properti akan digali dari pihak keluarga atau yang lainnya. Dalam hal ini, kalau di pondok tentunya saat itu keluarga tidak ada yang tahu. Harapannya, yang selamat memberikan keterangan menyaksikan si A menggunakan songkok seperti apa, baju seperti apa, sarung seperti apa, bahkan merek, kemudian ukurannya berapa dan lain sebagainya,” kata Kompol Naf’an.

Rekonsiliasi Data Antemortem dan Postmortem

Setelah data primer dan sekunder terkumpul, jenazah dapat dinyatakan teridentifikasi. Selanjutnya, tim melakukan proses rekonsiliasi yang mencocokkan data antemortem dan postmortem secara menyeluruh.

“Rekonsiliasi adalah pencocokan data antemortem yang dilakukan tim antemortem mulai hari Senin sampai hari ini yang berada di sekitar pondok, kemudian data dicocokkan dengan tim yang ada di posko postmortem yang telah melakukan identifikasi, termasuk di dalamnya selain tim DVI ada juga tim identifikasi,” tutup Kompol Naf’an.

Jangan ketinggalan informasi penting! Follow kami sekarang di Google News.

Penulis: Sony Watson