Berita

Pakar Tegaskan Bahaya Radikalisme yang Memanfaatkan Media Sosial

— Gelombang aspirasi kritis netizen dalam beberapa waktu terakhir memunculkan dinamika sosial yang kompleks di media sosial. Gerakan massa yang lahir dari keresahan terhadap kebijakan pemerintah kini menghadapi risiko dimanfaatkan oleh kelompok radikal yang menyusup di baliknya.

Pakar strategi kampanye digital Haryo Moerdaning Putro mengingatkan bahwa fenomena ini perlu dipahami secara mendalam dan jernih. Ia menegaskan, selain ada keresahan riil dari masyarakat, terdapat pula upaya dari pihak tidak bertanggung jawab yang mencoba menunggangi gerakan murni tersebut.

Media Sosial, Ruang Demokrasi Digital yang Rentan Disusupi

Menurut Haryo, media sosial menjadi ruang demokratisasi narasi yang membuka partisipasi publik secara luas. Tempat ini juga menjadi lahan subur bagi lahirnya gerakan massa di ranah digital dengan berbagai dampak positif.

“Namun, dari hasil social media listening dan riset yang kami lakukan, tidak bisa dipungkiri adanya ancaman dari kelompok dengan ideologi radikal yang memanfaatkan gerakan rakyat sebagai Kuda Troya,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (8/10/2025).

Algoritma dan Influencer, Kekuatan di Balik Konten Media Sosial

Haryo menjelaskan, di balik postingan yang terlihat di media sosial terdapat kekuatan algoritma platform dan beragam kreator konten. Mereka meliputi influencer besar, mikro, clipper, buzzer, hingga cyber army yang bergerak dengan agenda masing-masing.

“Jika disinergikan dengan tepat, kekuatan ini bisa mengendalikan tren digital, persepsi netizen, dan diskursus publik secara luas. Namun, hal ini akan berbahaya jika dimanfaatkan pihak dengan ideologi radikal,” tambahnya.

Imbauan Waspada untuk Gerakan Massa dan Pemerintah

Pakar itu meminta semua pihak, mulai dari gerakan massa kritis, pemerintah, aparat penegak hukum, hingga netizen, untuk mewaspadai situasi ini. Ia mengingatkan agar gerakan yang berlandaskan kepedulian tidak disalahgunakan untuk menciptakan situasi sosial-politik yang tidak kondusif.

Haryo juga menekankan pentingnya kemampuan memilah konten di media sosial. “Tidak semua gerakan kritis ditunggangi, namun tidak semua pula murni,” katanya.

Peran Edukasi dan Kolaborasi untuk Menangkal Radikalisme

Dalam menghadapi dinamika ini, Haryo menyebut media sosial tetap harus dirawat sebagai ruang publik yang sehat dan demokratis. Edukasi kepada masyarakat perlu diperkuat melalui kolaborasi antara pemerintah, aparat hukum, pemilik platform, akademisi, dan komunitas digital.

“Komunikasi publik yang baik sangat penting agar tidak memberi ruang bagi fabrikasi konten radikal. Penindakan konten radikalisme harus dilakukan tanpa mengorbankan kebebasan berekspresi,” jelasnya.

Media Sosial sebagai ‘Balai Warga’ dan Ruang Demokrasi Digital

Haryo menutup dengan harapan agar media sosial dapat berfungsi optimal sebagai ‘balai warga’ dan ruang demokrasi digital yang sehat. Tempat ini diharapkan menjadi sumber lahirnya gagasan, inovasi, dan kemajuan bangsa.

“Media sosial adalah pedang bermata dua yang harus kita genggam bersama untuk melawan pihak yang ingin memecah belah bangsa dan merusak demokrasi,” tutupnya.

Jangan ketinggalan informasi penting! Follow kami sekarang di Google News.

Penulis: Sony Watson