Media Netizen — Polemik terkait kepemimpinan di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali menjadi sorotan publik. Perseteruan antar kubu dalam tubuh PPP memunculkan berbagai reaksi, termasuk dari kalangan pakar hukum administrasi negara yang menekankan pentingnya menghormati keputusan resmi pemerintah.
Ricca Anggraeni, Dosen Ilmu Perundang-undangan Universitas Pancasila sekaligus Counsel di Indonesia Center Legislative Drafting (ICLD), menegaskan bahwa Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum dan HAM yang mengesahkan Muhammad Mardiono sebagai Ketua Umum DPP PPP periode 2025-2030 bersifat final dan mengikat secara hukum.
Keputusan Menteri Bersifat Final dan Mengikat
Menurut Ricca, ketika Menteri telah mengeluarkan keputusan yang memenangkan salah satu kubu, keputusan tersebut memiliki kekuatan hukum yang kuat. “Kalau menterinya sudah mengambil keputusan bahwa yang dimenangkan itu adalah salah satu kubu, maka itu sudah pasti sah, mengikat berdasarkan pertimbangan yang komprehensif,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (4/10/2025).
Dia menambahkan bahwa selama proses pengambilan keputusan memenuhi syarat sah, maka keputusan itu wajib dipatuhi oleh semua pihak yang terdampak.
Ruang Hukum untuk Gugatan dan Pentingnya Menentukan Objek Sengketa
Meski demikian, Ricca menjelaskan bahwa pihak-pihak yang merasa keberatan masih dapat menempuh jalur hukum melalui Peradilan Tata Usaha Negara (TUN). Namun, ia mengingatkan agar sebelum mengajukan gugatan, harus dipastikan terlebih dahulu apakah masalah tersebut merupakan sengketa internal partai politik atau sengketa administrasi pemerintahan.
“Kalau misalnya itu menjadi sengketa internal partai politik, biasanya hakim lebih mendorong penyelesaian secara internal. Jadi jangan sampai energi terbuang sia-sia hanya karena terlalu obsesi padahal salah menentukan objek sengketa,” katanya.
PPP Harus Tunduk Pada Prinsip Negara Hukum
Dalam konteks bernegara, PPP sebagai organisasi politik yang menjunjung tinggi konstitusi harus mematuhi prinsip-prinsip negara hukum, bukan semata-mata pertimbangan politik. Ricca menegaskan agar kubu yang kalah tidak memaksakan kehendak dan melawan keputusan pemerintah yang sudah sah dan mengikat secara hukum.
“Adalah hal biasa ada yang pro dan kontra. Tetapi ketika menyangkut hubungan dengan pemerintah dan sudah diputus oleh pejabat yang berwenang, maka tidak ada lagi polemik, karena keputusan tersebut harus dianggap benar secara hukum,” tegasnya.
Asas Praduga Rechtmatig dalam Hukum Administrasi Negara
Ricca juga mengingatkan bahwa dalam hukum administrasi negara berlaku asas praduga rechtmatig atau presumption lustae causa, di mana keputusan pejabat tata usaha negara dianggap sah sampai ada pembatalan dari pengadilan.
Dengan demikian, penolakan yang muncul dari kubu tertentu tidak otomatis membatalkan SK Kemenkum tersebut.
“Lebih baik menghormati keputusan pemerintah sambil menyatukan seluruh kekuatan PPP untuk menghadapi Pemilu 2029, daripada sibuk berpolemik,” pungkasnya.






