Berita

Negara Rugi Rp 1,3 Triliun Kasus Korupsi PLTU Kalbar yang Libatkan Adik Jusuf Kalla

— Polri mengungkap skandal korupsi besar dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kalimantan Barat yang merugikan negara hingga Rp 1,3 triliun. Proyek yang mangkrak sejak 2008 ini diduga kuat akibat adanya permainan pengaturan kontrak yang melibatkan sejumlah pihak termasuk adik kandung mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Kasus ini mulai terkuak setelah penyidik Kortas Tipikor Bareskrim Polri melakukan penyelidikan mendalam dan menetapkan empat tersangka. Mereka yakni Fahmi Mochtar, Direktur Utama PLN periode 2008-2009; Halim Kalla yang merupakan Presiden Direktur PT BRN sekaligus adik Jusuf Kalla; RR, Direktur Utama PT BRN; dan HYL dari PT Praba Indopersada.

Kerugian Negara Capai Rp 1,3 Triliun

Direktur Penyidikan Kortas Tipikor Polri, Toto Suharyanto, mengungkap bahwa berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Juli 2025, kerugian negara akibat proyek PLTU Kalbar tersebut mencapai Rp 1,3 triliun. Angka ini berasal dari total loss sebesar USD 62.410.523,20 dan Rp 323,2 miliar.

“Kerugian ini disebabkan pengeluaran dana PT PLN yang tidak sesuai ketentuan dan tidak memberikan manfaat karena proyek mangkrak,” jelas Toto dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Senin (6/10/2025).

Awal Mula Kasus dan Dugaan Kongkalikong

Kasus bermula dari lelang ulang proyek PLTU 1 Kalbar dengan kapasitas 2×50 megawatt pada 2008. Toto menduga telah terjadi kesepakatan sebelum lelang yang membuat KSO PT BRN dan Alton lolos meski tidak memenuhi syarat teknis dan administrasi.

“FM telah meloloskan dan memenangkan KSO BRN, Alton, dan OJSC tanpa syarat teknis maupun administrasi yang lengkap,” kata Toto. Selain itu, perusahaan Alton dan UGSC disebut tidak tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dipimpin PT BRN.

Pengalihan Pekerjaan dan Pemberian Fee

Pada 2009, KSO BRN diduga mengalihkan seluruh pekerjaan ke PT Praba Indopersada yang dipimpin HYL. Polisi menduga terjadi pemberian imbalan fee kepada KSO BRN oleh PT Praba.

“Sebelum kontrak ditandatangani, KSO BRN sudah mengalihkan pekerjaan ke PT Praba dengan kesepakatan pemberian fee dan HYL mendapat hak sebagai pengelola keuangan KSO BRN,” terang Toto.

Kontrak dan Realisasi Proyek yang Mengkhawatirkan

FM dan RR menandatangani kontrak senilai Rp 1,2 triliun dengan masa penyelesaian hingga Februari 2012. Namun, sampai akhir kontrak, hanya 57 pekerjaan yang selesai dari keseluruhan pekerjaan proyek.

Proyek tersebut sempat mengalami 10 kali perubahan kontrak hingga akhirnya berhenti pada 2018. Polisi menyebut proyek sebenarnya terhenti sejak 2016 karena alasan keuangan PLN.

“PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari PLN sebesar Rp 323 miliar untuk pekerjaan konstruksi sipil dan USD 62,4 juta untuk pekerjaan mekanikal elektrikal, padahal pekerjaan terhenti,” ujar Toto.

Jangan ketinggalan informasi penting! Follow kami sekarang di Google News.

Penulis: Sony Watson