Media Netizen — Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali menegaskan sikapnya terkait fatwa Nomor 83 Tahun 2023 tentang dukungan bagi perjuangan Palestina. Fatwa tersebut mengimbau umat Muslim untuk memboikot produk yang berafiliasi dengan Israel atau negara-negara yang mendukung agresi terhadap Palestina.
Namun, pertanyaan muncul terkait perusahaan nasional terbuka (Tbk) yang memiliki saham asing, apakah perusahaan tersebut harus diboikot karena dugaan keterkaitan dengan Israel?
Penjelasan Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, menjelaskan bahwa perusahaan nasional yang tercatat di bursa saham tidak perlu diboikot hanya karena adanya kepemilikan saham asing yang minoritas.
Ia menggarisbawahi tiga poin penting dalam hal ini. Pertama, saham perusahaan nasional Tbk diperjualbelikan secara bebas di bursa. Oleh karena itu, perusahaan tidak dapat mengendalikan siapa pemilik sahamnya.
Kedua, kepemilikan saham asing biasanya sangat kecil, di bawah 5 persen. Persentase ini tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kebijakan perusahaan.
Ketiga, boikot yang salah sasaran justru dapat melemahkan perusahaan nasional. Hal ini berpotensi menurunkan kepercayaan investor serta mengganggu stabilitas perusahaan.
“Jika tidak sampai 5 persen, investor tentu tidak bisa memberikan pengaruh pada kebijakan,” jelas Cholil dalam sebuah diskusi di detikcom Leaders Forum beberapa waktu lalu.
Dampak Boikot pada Ekonomi Nasional
Cholil menegaskan, memboikot perusahaan nasional hanya karena saham asing minoritas dapat berdampak negatif bagi perekonomian dalam negeri. Oleh sebab itu, gerakan boikot, divestasi, dan sanksi (BDS) sebaiknya ditujukan secara tepat sasaran, bukan menyasar semua produk tanpa pengecualian.
Solidaritas dan Perkuat Industri Lokal
Dalam forum yang sama, aktivis Pro-Palestina, Shafira Umm, mengajak masyarakat untuk melawan misinformasi terkait boikot produk. Ia menilai, boikot yang terarah justru bisa membangkitkan industri lokal.
“Kita memiliki sumber daya manusia dan kreativitas yang tak terbatas, mulai dari fesyen hingga makanan dan minuman,” ujar Shafira.
Ia menekankan pentingnya solidaritas untuk memperkuat ekonomi nasional, utamanya bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Shafira juga mengajak pemerintah dan masyarakat untuk bersatu dalam gerakan ini.
“Gerakan ini bukan sekadar ikut-ikutan. Ini adalah wujud penolakan kita terhadap ketidakadilan,” tegasnya.
Shafira dan komunitasnya aktif menggelar kajian tentang Palestina serta bekerja sama dengan lembaga nirlaba untuk menyajikan informasi yang akurat. Tujuannya adalah melawan narasi keliru yang bisa merugikan ekonomi nasional.
Ia pun mendorong masyarakat agar lebih banyak memakai produk lokal sebagai alternatif yang berdaya saing.
“Kami tidak anti ekonomi. Kami justru pro keadilan dan kemandirian,” tambah Shafira. “Kami mendorong produk dalam negeri agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri.”