Media Netizen — Perbincangan hangat muncul usai video viral rombongan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menghentikan truk berpelat BL yang berasal dari Aceh. Dalam video tersebut, terlihat permintaan agar pelat nomor kendaraan dari Aceh itu diganti menjadi pelat BK, sesuai kode kendaraan Sumatera Utara.
Kejadian ini memicu beragam respons dari masyarakat dan instansi terkait. Rombongan gubernur tersebut bahkan meminta pengemudi truk untuk turun dari kendaraan, lalu berdialog langsung dengan Asisten Administrasi Umum Pemprov Sumut, Muhammad Suib, yang meminta penggantian pelat nomor tersebut.
Komentar MTI Aceh Soal Permintaan Penggantian Pelat
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Aceh sekaligus akademisi Universitas Syiah Kuala, Yusria Darma, mengingatkan bahwa langkah menghentikan truk berpelat BL dan mendorong penggantian pelat menjadi BK perlu dikaji secara mendalam. Menurutnya, penggantian pelat nomor hanya berlaku bagi kendaraan yang pemiliknya telah bermukim secara permanen di Sumatera Utara dan wajib melalui proses mutasi resmi sesuai ketentuan Polri dan SAMSAT.
“Penggantian pelat nomor hanya relevan bagi kendaraan yang pemiliknya telah berdomisili permanen di Sumatera Utara. Itu pun harus melalui prosedur mutasi resmi sesuai aturan Polri dan SAMSAT,” ujar Yusria Darma dalam keterangan tertulis yang diterima Kamis (2/10/2025).
Potensi Gangguan Logistik dan Ketidakpastian Hukum
Yusria juga menyoroti potensi gangguan terhadap kelancaran logistik antarprovinsi akibat kebijakan tersebut. Selain itu, menurutnya tindakan seperti ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha transportasi.
MTI Aceh menegaskan bahwa truk berpelat BL yang beroperasi di wilayah Sumatera Utara merupakan bagian penting dari rantai pasok komoditas antarprovinsi. Oleh karenanya, penghentian dan permintaan penggantian pelat tanpa dasar domisili yang sah berisiko mengganggu stabilitas ekonomi regional serta memicu konflik administratif.
“STNK dan TNKB BL adalah dokumen legal yang berlaku nasional. Tidak ada Perda yang dapat membatasi pergerakan kendaraan antarprovinsi yang sah,” tegas Yusria.
Solusi Peningkatan PAD Harus Sesuai Aturan
Menurut Yusria, jika Pemprov Sumut berniat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka pendekatan yang dipilih harus berdasarkan hukum dan tidak mengorbankan prinsip kebebasan berlalu lintas yang sudah diatur secara nasional.
Selain itu, MTI Aceh mengapresiasi langkah tegas terhadap truk Over Dimension Overload (ODOL) yang menjadi perhatian serius pemerintah. Namun, penegakan aturan ODOL tidak boleh dijadikan alasan untuk melakukan intervensi administratif terhadap kendaraan dari provinsi lain.
“Kami mendukung penuh target Zero ODOL 2027. Namun, penegakan ODOL tidak bisa dijadikan alasan untuk intervensi administratif terhadap kendaraan dari provinsi lain,” pungkas Yusria.