Media Netizen — Situasi unik terjadi di Kecamatan Sukamakmur, Bogor, Jawa Barat, di mana dua desa yakni Sukaharja dan Sukamulya justru dilelang sebagai aset agunan oleh seorang pengusaha. Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT), Yandri Susanto, langsung turun tangan untuk mencari solusi atas persoalan tersebut.
Yandri menegaskan akan berusaha membebaskan dua desa yang dilelang itu dengan mengusulkan pengeluaran kedua desa dari aset yang diagunkan bank. Langkah ini diambil demi melindungi hak-hak masyarakat yang telah lama menetap di wilayah tersebut.
Upaya Mendes Membebaskan Dua Desa dari Agunan Bank
Dalam pernyataannya kepada wartawan di Bogor, Kamis (2/10/2025), Yandri menyampaikan, “Saya usul dua desa ini yang disita negara itu dikeluarkan dari aset yang diagunkan.” Ia mengungkapkan bahwa kasus serupa baru ditemukan di Kabupaten Bogor, sehingga penanganannya akan dilakukan secara serius.
Lebih jauh, Mendes PDT menegaskan akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan dan Mahkamah Agung, guna mencari solusi terbaik yang mengedepankan kepentingan masyarakat.
“Saya akan melakukan, Kejaksaan ditugaskan oleh putusan Mahkamah Agung tahun 92 itu tentu pihak Kejaksaan yang diberikan tugas untuk menyita ini,” ujarnya. “Nanti kami akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung termasuk Mahkamah Agung sehingga ini dicarikan solusi terbaik. Karena ini menyangkut kepentingan rakyat,” tambah Yandri.
Duduk Perkara dan Dampaknya pada Masyarakat
Sebelumnya, Yandri Susanto meninjau langsung kondisi dua desa tersebut. Ia menjelaskan bahwa Desa Sukaharja telah berdiri sejak 1930, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, dan masyarakatnya sudah lama menempati wilayah tersebut.
Namun, pengusaha Gunung Batu mengagunkan tanah di desa ini sebagai jaminan kredit yang kemudian macet, sehingga tanah tersebut disita bank dan dilelang. Dua desa yang terdampak adalah Sukaharja seluas sekitar 451 hektare dan Sukamulya seluas 337 hektare, total hampir 800 hektare.
Yandri menilai kondisi ini sangat mengganggu masyarakat yang memiliki hak milik atas tanah tersebut. Ia juga menyinggung adanya indikasi kongkalikong yang memungkinkan pengusaha bisa menggadaikan tanah desa ini tanpa keterbukaan yang jelas.
“Ini cukup mengganggu bagi masyarakat terutama masyarakat yang punya hak milik. Kemudian dari kepastian hukum, mereka dituntut karena bagaimanapun mereka lebih dulu memiliki hak ini. Saya sudah sampaikan sebelumnya, berarti ada kongkalikong waktu itu, ada yang tidak terbuka secara transparan. Di mana ada pengusaha kok bisa-bisanya menggadaikan tanah ini,” jelasnya.