Media Netizen — Ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo yang menewaskan puluhan orang memicu perhatian serius dari anggota DPR RI. Selly Andriany Gantina, anggota Komisi VIII DPR, menilai insiden ini bukan sekadar musibah biasa yang bisa dibiarkan tanpa pengusutan mendalam.
Selly fokus meminta aparat penegak hukum menggali kemungkinan adanya unsur pidana dalam peristiwa tersebut. Pendalaman ini bukan untuk mencari kambing hitam, melainkan agar ada efek jera sekaligus pelajaran penting bagi semua pihak yang terlibat dalam pembangunan fasilitas pendidikan, terutama pesantren.
Ambruknya Ponpes Al Khoziny Dinilai Ada Kelalaian Sistemik
Legislator dari PDIP ini mengungkapkan bahwa kasus ambruknya Ponpes Al Khoziny mengandung unsur kelalaian dan pengawasan yang kurang optimal. Menurutnya, peristiwa ini harus dilihat dari kacamata sistemik, termasuk aspek perencanaan, pengawasan, dan perizinan bangunan.
“Komisi VIII DPR RI melihat bahwa peristiwa ini tidak bisa hanya disikapi sebagai musibah biasa. Ada unsur kelalaian sistemik yang harus diusut tuntas, baik dari sisi perencanaan, pengawasan, maupun perizinan bangunan,” ujar Selly saat ditemui, Selasa (7/10/2025).
Keselamatan Santri Jadi Prioritas Utama
Selly menegaskan keselamatan para santri harus menjadi perhatian utama. Ia juga menyampaikan pesan Ketua DPR RI Puan Maharani agar santri yang terdampak mendapatkan pendampingan psikologis guna membantu pemulihan mereka dari trauma.
“Karena ketika yang menjadi korban adalah para santri, anak-anak yang sedang menuntut ilmu agama, maka negara memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan keselamatan mereka,” kata Selly.
Selain itu, Selly mengutip pernyataan Ketua DPR yang menekankan pentingnya pendampingan psikolog dan audit teknis bangunan sebagai langkah preventif untuk kejadian serupa.
Pengawasan Ketat dan Sertifikasi Kelayakan Wajib Dilakukan
Anggota DPR ini menegaskan bahwa kelayakan bangunan wajib menjadi syarat mutlak dalam pendirian pondok pesantren. Pesantren harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para santri dalam menjalankan proses belajar mengajar.
“Agar kejadian seperti ini tidak terulang, pemerintah perlu memperkuat sistem pengawasan pembangunan pesantren melalui kolaborasi antara Kementerian Agama, Kementerian PUPR, dan pemerintah daerah,” tutur Selly.
Dia menambahkan bahwa pengawasan ketat dan sertifikasi kelayakan bangunan harus menjadi persyaratan mutlak sebelum pondok pesantren digunakan untuk kegiatan pendidikan.
Insiden ini menjadi panggilan serius untuk mengkaji ulang prosedur perizinan dan pengawasan bangunan pesantren agar keselamatan santri dapat terjamin secara optimal.






