Media Netizen — Rapat Komisi IX DPR yang digelar pada Rabu (1/10/2025) menjadi panggung kritik tajam terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Kepala BPOM Taruna Ikrar hadir membahas berbagai persoalan yang muncul selama pelaksanaan program tersebut.
Data keracunan yang diduga terkait MBG menjadi sorotan utama. Sejak program dimulai Januari hingga September 2025, tercatat 6.517 kasus keracunan yang terbanyak terjadi di Pulau Jawa. Dadan menjelaskan distribusi kasus berdasarkan wilayah dan peningkatan signifikan dalam dua bulan terakhir.
Data Keracunan dan Pelanggaran SOP Jadi Sorotan
Dadan memaparkan bahwa wilayah I mengalami 1.307 kasus gangguan pencernaan, wilayah II bertambah menjadi 4.147 kasus ditambah 60 kasus di Garut, dan wilayah III mencatat 1.003 kasus. Ia menegaskan mayoritas masalah terjadi karena Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) melanggar standar operasional prosedur (SOP).
“Kasus meningkat signifikan di dua bulan terakhir dan kami identifikasi penyebab utamanya adalah ketidakpatuhan terhadap SOP,” tutur Dadan. Ia mencontohkan penggunaan bahan baku yang seharusnya digunakan dua hari sebelumnya (H-2), namun ada yang menggunakan bahan H-4, serta proses memasak hingga pengantaran yang melebihi waktu optimal empat jam.
Anggota DPR Soroti Akurasi Statistik Keracunan
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP, Edi Wuryanto, mempertanyakan penggunaan data statistik oleh Kepala BGN. Ia menekankan bahwa keracunan bukanlah angka statistik yang bisa disamakan begitu saja dan meminta agar data yang disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto harus akurat.
“Jangan sampai angka 0,00017% yang diklaim itu menimbulkan salah persepsi dan mencederai perasaan rakyat,” ujar Edi. Ia menegaskan keselamatan masyarakat harus menjadi prioritas utama.
Pelesetan MBG di Media Sosial Picu Kekhawatiran
Wakil Ketua Komisi IX DPR, Charles Honoris, mengungkapkan keberadaan konten-konten negatif di media sosial yang memelesetkan MBG menjadi “Makan Beracun Gratis” atau “Makan Belatung Gratis”. Konten-konten tersebut turut mengangkat Kepala BGN sebagai “ahli serangga” karena insiden belatung dalam nasi MBG.
“Tanpa adanya kampanye negatif, masyarakat sudah mulai takut mengizinkan anaknya mengonsumsi MBG karena kasus keracunan yang berulang,” kata Charles. Ia menyayangkan penyebaran konten yang dapat menghambat keberhasilan program ini.
Dadan menanggapi bahwa setiap orang berhak berpendapat, namun mengingatkan agar program mulia ini tidak dikaburkan dengan stigma negatif. “Ini adalah cita-cita mulia Presiden Prabowo untuk meningkatkan gizi anak dan ibu hamil,” ujarnya.
Isu Politisi Minta Jatah Dapur SPPG Jadi Perbincangan
Anggota Komisi IX DPR, Sahidin, menyinggung isu politisi yang meminta jatah dapur SPPG dalam program MBG. Ia mendesak Kepala BGN menunjuk langsung jika ada politisi yang terlibat agar persoalan ini bisa segera diselesaikan.
“Kami tidak nyaman dengan adanya politisi yang memanfaatkan program ini secara tidak benar,” ujarnya. Sahidin juga menyatakan pernah berkomunikasi dengan staf Kepala BGN untuk menjembatani persoalan tersebut.
Menanggapi hal ini, Dadan menolak mendikotomi pihak-pihak yang terlibat, baik politisi, pengusaha, TNI, maupun polisi. “Semua yang berkontribusi dalam program MBG adalah pejuang republik. Kami ucapkan terima kasih atas dukungan yang ada,” jelasnya.
Menurut Dadan, pembangunan SPPG saat ini merupakan investasi dari berbagai pihak, dan anggaran Badan Gizi Nasional belum mencukupi untuk membangun sendiri seluruh fasilitas tersebut.