Media Netizen — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengungkap kasus dugaan korupsi dalam pembagian kuota haji tambahan tahun 2023-2024 yang melibatkan biro travel. Fakta mengejutkan terkuak, sejumlah biro travel tanpa izin resmi diduga memperoleh jatah kuota haji khusus.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa penyidik menemukan adanya biro travel yang tidak terdaftar secara legal, namun tetap mampu menyelenggarakan ibadah haji khusus dan memperoleh kuota terkait. “Ditemukan fakta-fakta lain bahwa ada biro-biro travel yang tidak terdaftar tapi bisa melaksanakan penyelenggaraan ibadah haji khusus. Misalnya travel ini tidak punya izin untuk penyelenggaraan ibadah haji khusus, tapi ternyata bisa mendapatkan kuota haji khusus tersebut,” ungkap Budi saat konferensi pers, Selasa (7/10/2025).
Penyelidikan Mendalam Cara Biro Travel Dapat Kuota
KPK saat ini terus mendalami mekanisme biro travel tak berizin tersebut meraih kuota haji khusus. Sejumlah pihak terkait, termasuk biro travel lain yang sudah terdaftar, akan dipanggil untuk dimintai keterangan.
Budi menambahkan, “Itu seperti apa cara memperolehnya, apakah melakukan pembelian dari biro travel lain yang sudah terdaftar dan mendapatkan plotting kuota haji khusus tersebut.” Kondisi di lapangan yang bervariasi membuat penyidik harus menggali informasi dari semua penyelenggara atau biro travel haji.
Asosiasi Haji dan Dugaan Aliran Uang ke Oknum Kemenag
Pemeriksaan juga melibatkan asosiasi haji yang memiliki peran penting dalam pelaksanaan haji khusus. “Asosiasi dalam pelaksanaan ibadah haji khusus ini di mana dalam pelaksanaan ibadah haji khusus ini dalam proses pengisian di aplikasi itu kan usernya dikelola di asosiasi, termasuk bagaimana cara memesan untuk logistiknya, akomodasinya itu dilakukan menggunakan user yang dikelola di asosiasi,” jelas Budi.
KPK mencatat jumlah Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) di Indonesia sekitar 400, dan mengimbau seluruh pihak terkait agar kooperatif saat dipanggil penyidik.
Kuota Haji Tambahan dan Potensi Kerugian Negara
Kasus ini bermula saat Indonesia menerima tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu, yang kemudian dibagi menjadi 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus. Padahal, menurut Undang-Undang Haji, kuota haji khusus hanya 8% dari total kuota nasional.
KPK menduga adanya kongkalikong antara Kementerian Agama dan biro travel terkait pembagian kuota haji khusus tambahan tersebut. Dugaan korupsi ini diperkirakan menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 1 triliun.
Lebih lanjut, KPK telah menyita sejumlah aset berupa uang tunai, mobil, dan rumah yang diduga terkait kasus tersebut. Uang yang disita sebagian berasal dari pengembalian dana sejumlah travel, yang diduga merupakan biaya ‘percepatan’ yang diminta oleh oknum Kemenag. Namun, dana ini kemudian dikembalikan ke biro travel karena kekhawatiran terhadap pengawasan panitia khusus haji DPR pada 2024.






