Media Netizen — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil mantan Bendahara Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), HM Tauhid Hamdi, dalam penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024. Pemanggilan ini menandai ketiga kalinya Tauhid diperiksa oleh KPK terkait kasus tersebut.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan bahwa pemeriksaan dilakukan sebagai bagian dari proses pengusutan dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) yang melibatkan kuota haji untuk penyelenggaraan ibadah haji Indonesia tahun 2023-2024. “KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait kuota haji untuk penyelenggaraan ibadah haji Indonesia tahun 2023-2024,” ujarnya, Selasa (7/10/2025).
Pemeriksaan digelar di Gedung Merah Putih KPK dengan menghadirkan beberapa saksi lain, antara lain:
- Supratman Abdul Rahman, Direktur PT Sindo Wisata Travel
- Artha Hanif, Direktur Utama PT Thayiba Tora
- M. Iqbal Muhajir, karyawan swasta
Ini bukan kali pertama KPK memanggil Tauhid. Sebelumnya, dia telah diperiksa pada Jumat (19/9) dan Kamis (25/9). Selain itu, KPK juga mendalami adanya pertemuan antara mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dengan Tauhid. Penyidik berupaya memastikan apakah pertemuan tersebut berlangsung sebelum atau setelah Surat Keputusan (SK) pembagian kuota haji tambahan 2024 diterbitkan.
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan, “Jadi apakah pertemuan ini sebelum terbitnya SK? Itu yang kita dalamin juga. Sebelum terbitnya SK. Atau setelah terbitnya SK. Apakah juga sebelum dan setelah. Itu yang kita dalami,” kata Asep saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/9).
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini telah memasuki tahap penyidikan, namun hingga kini KPK belum menetapkan tersangka. Kasus bermula saat pemerintah memberikan tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu pada tahun 2024. Dari jumlah tersebut, 10 ribu dialokasikan untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus.
Padahal, menurut ketentuan undang-undang, kuota haji khusus seharusnya hanya 8 persen dari total kuota nasional. KPK menduga asosiasi travel haji yang mengetahui adanya kuota tambahan tersebut lebih dulu menghubungi Kementerian Agama untuk membahas pembagian kuota haji secara tidak transparan.
Berdasarkan perhitungan sementara, kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Untuk mendukung proses penyidikan, KPK telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah aset, termasuk uang tunai, rumah, dan kendaraan yang diduga terkait dengan kasus korupsi ini.






