Media Netizen — Komisi XII DPR RI mengambil langkah konkret dengan menjadwalkan pemanggilan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) untuk memberikan pandangan terkait kebijakan impor bahan bakar minyak (BBM). Upaya ini menjadi bagian dari pengawasan DPR atas kebijakan energi pemerintah yang tengah berjalan.
Wakil Ketua Komisi XII DPR dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryadi, menyampaikan bahwa DPR ingin mendapatkan gambaran lebih menyeluruh mengenai dampak kebijakan impor BBM. Keterlibatan HIPMI dinilai penting agar perspektif pembahasan tidak hanya terfokus pada Pertamina dan pemerintah saja.
HIPMI Diharap Membawa Aspirasi Pengusaha Muda di Sektor Energi
“HIPMI harus didengar karena mereka membawa aspirasi pengusaha muda yang juga berkepentingan di sektor energi. Jika impor BBM hanya melalui satu pintu, seperti Pertamina, ada potensi distorsi yang akhirnya merugikan konsumen dan dunia usaha,” ujar Bambang Haryadi saat ditemui di Jakarta, Kamis (2/10/2025).
Bambang menambahkan, DPR ingin memastikan konsumen mendapat akses BBM berkualitas sekaligus menjaga iklim kompetisi yang sehat. Ia mencontohkan kondisi di negara lain yang pasar BBM-nya lebih terbuka sehingga masyarakat punya banyak pilihan.
“Di Indonesia, Pertamina bahkan tidak punya produk RON 95. Justru SPBU swasta yang menyediakannya. Ini catatan penting bahwa keterlibatan swasta tidak boleh dipersempit. Kami akan jadwalkan pemanggilan ini secepatnya,” tambahnya.
Peran HIPMI dalam Menyeimbangkan Aspirasi Kebijakan Energi
Wakil Ketua Komisi XII DPR dari Fraksi NasDem, Sugeng Suparwoto, menegaskan pemanggilan HIPMI merupakan bagian dari upaya DPR menyeimbangkan aspirasi pemerintah, BUMN, dan dunia usaha. Menurutnya, kebijakan energi harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
“Kami ingin kebijakan impor BBM tidak hanya dilihat dari sisi Pertamina. HIPMI mewakili pengusaha muda potensial, jadi pandangan mereka harus masuk dalam pertimbangan kebijakan,” ujar Sugeng.
Ia menambahkan, DPR berkepentingan menjaga agar kebijakan energi nasional tidak menutup ruang kompetisi sehat yang memberi manfaat langsung bagi konsumen.
“Jika pasarnya terbuka, masyarakat bisa mendapat pilihan lebih baik dan harga kompetitif. Itu prinsip yang kami pegang di Komisi XII,” jelas Sugeng.
Suara Dunia Usaha Muda Jadi Fokus DPR
Anggota Komisi XII DPR dari Fraksi PKB, Syafruddin, menilai pentingnya mendengar langsung suara pelaku usaha muda melalui HIPMI. Menurutnya, organisasi ini mampu memberikan perspektif dunia usaha yang terlibat dalam rantai pasok energi nasional.
“Kami ingin tahu pandangan HIPMI soal kebijakan impor BBM, terutama jika dibatasi hanya satu pintu. Jangan sampai ada pihak kesulitan bersaing atau terhambat masuk pasar,” ujar Syafruddin.
Dia menekankan, DPR bertanggung jawab memastikan kebijakan impor BBM tidak menguntungkan satu pihak saja. Energi adalah kebutuhan vital yang berpengaruh pada kepentingan masyarakat luas.
“Jika distribusi terlalu terkunci, dampaknya langsung dirasakan konsumen. Jadi masukan dari pelaku usaha muda sangat dibutuhkan,” tuturnya.
Transparansi dan Keterlibatan Swasta Ditekankan Anggota DPR
Anggota Komisi XII DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Yulian Gunhar, menggarisbawahi pentingnya transparansi dalam kebijakan impor BBM. Ia menyatakan HIPMI bisa menjelaskan kondisi lapangan terkait akses dan peluang usaha di sektor tersebut.
“Kami ingin tahu sejauh mana pengusaha muda terlibat dan tantangan yang mereka hadapi. Jangan sampai kebijakan impor menutup peluang usaha,” kata Gunhar.
Menurut dia, keterlibatan swasta merupakan kunci menjaga ketersediaan energi berkualitas bagi masyarakat. DPR ingin memastikan semua pihak mendapat kesempatan adil.
“Jika hanya satu pemain besar, ekosistem energi kita bisa kurang sehat. Itu sebabnya suara HIPMI harus didengar,” pungkasnya.
Perspektif Baru dari Asosiasi Pengusaha Muda
Anggota Komisi XII DPR dari Fraksi PAN, Aqib Andriansyah, menyebut pemanggilan HIPMI sebagai langkah penting untuk memperkaya diskusi kebijakan energi. Pandangan pengusaha muda diharapkan memberi perspektif baru di luar BUMN maupun pemerintah.
“Kami ingin semua masukan ditampung, termasuk dari asosiasi pengusaha. Jika impor BBM hanya mengandalkan Pertamina, konsumen dan swasta bisa dirugikan. Jadi HIPMI perlu bicara agar ada kejelasan,” ujar Aqib.
Dia menegaskan DPR tidak ingin kebijakan energi hanya dinilai dari aspek efisiensi semata, melainkan juga mempertimbangkan keadilan bagi konsumen dan dunia usaha.
“Konsumen butuh BBM berkualitas dengan harga bersaing, sementara dunia usaha perlu ruang tumbuh. Keseimbangan ini yang kami dorong dalam pembahasan Komisi XII,” ujarnya.
Komisi XII DPR menargetkan pertemuan dengan HIPMI berlangsung segera setelah masa sidang baru dibuka. Legislator berharap masukan dari organisasi pengusaha muda ini menjadi bahan evaluasi penting atas kebijakan impor BBM yang sedang berjalan.