Media Netizen — Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menyatakan bahwa pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu akan mulai dilakukan pada tahun 2026. Arse menilai waktu yang cukup panjang ini akan memudahkan DPR dalam menyusun dan membahas produk legislasi yang berkaitan dengan pemilu.
“Mudah-mudahan mulai 2026 itu sudah bisa dikerjakan karena semakin kita punya banyak waktu untuk menyusun sekaligus membahas perubahan Undang-Undang Pemilu, akan semakin bagus untuk semua. Kita akan bisa lebih fokus, kita akan bisa lebih memperbincangkan secara lebih mendalam soal perubahan Undang-Undang Pemilu tersebut,” ujar Arse di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Pembahasan RUU Pemilu dengan Metode Kodifikasi
Arse mengungkapkan bahwa RUU Pemilu akan dibahas bersamaan dengan RUU Pilkada dan RUU tentang Partai Politik menggunakan metode kodifikasi. Pendekatan ini diharapkan dapat menyatukan berbagai ketentuan hukum terkait pemilu dan pilkada menjadi satu kesatuan yang lebih sistematis.
“Syukur kalau semangat kita melakukan perubahan Undang-Undang Pemilu itu dengan memasukkan juga Undang-Undang Pilkada ke dalamnya dan Undang-Undang Partai dalam metode kodifikasi sesuai dengan Undang-Undang RPJPN Undang-Undang 59/2024. Kalau memang kita melakukan perubahan Undang-Undang Pemilu, metode yang direkomendasikan itu adalah kodifikasi,” jelas Arse.
Alasan Pentingnya Kodifikasi RUU Pemilu
Legislator dari Partai Golkar ini menekankan pentingnya kodifikasi sebagai tindak lanjut sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut Arse, penyatuan regulasi pilkada dan pemilu sudah menjadi kebutuhan karena keduanya kini dianggap sebagai satu rezim hukum yang sama.
“MK sendiri mengatakan pemilu itu tinggal satu rezim, tidak ada lagi rezim pilkada, yang ada ya rezim pemilu. Habis itu keundangan dalam pilkada dalam hal ini yang ditangani oleh Bawaslu itu sudah sama dengan yang ditangani Bawaslu di pemilu kewenangannya,” tambahnya.
Syarat Pendidikan Anggota DPR dalam RUU Pemilu
Selain itu, Arse juga menginginkan agar syarat pendidikan bagi calon anggota DPR diatur dalam RUU Pemilu. Ia menyinggung kembali ketentuan syarat minimal lulusan SMA yang selama ini berlaku.
“Syarat pendidikan? Harapan kita diatur juga, tapi ya tentu sesuai dengan kesepakatan teman-teman lah. Kenapa dulu SMA kan ada sejarahnya itu. Coba kalian lacak itu apa sejarahnya dan itu kompromi kita, sebenarnya itu secara sosiologis juga penghargaan terhadap masyarakat kita yang memang umumnya kan lulusan SMA,” ujarnya.






