Media Netizen — Jakarta – Sidang praperadilan yang diajukan oleh mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim kembali bergulir. Kali ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan jawaban tegas atas permohonan Nadiem yang meminta pembatalan status tersangka dalam kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook.
Dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (6/10), Kejagung mengungkapkan fakta-fakta dan proses panjang yang telah dilalui sebelum menetapkan Nadiem sebagai tersangka, termasuk bukti-bukti kuat yang telah dikantongi penyidik.
Kejagung Tegaskan Bukti Kuat Penetapan Tersangka
Kejaksaan menegaskan bahwa penyidik telah mengumpulkan minimal dua alat bukti, bahkan tercatat empat jenis alat bukti yang mendukung penetapan tersangka. Bukti tersebut meliputi keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, serta barang bukti elektronik.
“Termohon selaku penyidik telah mendapatkan bukti permulaan yang cukup, yaitu empat alat bukti berdasarkan Pasal 184 KUHAP, yang didapat dari keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, dan barang bukti elektronik,” ujar Kejagung.
Selain itu, Kejagung menyebut telah memeriksa sebanyak 113 saksi, termasuk Nadiem sendiri yang sebelumnya diperiksa sebagai saksi sebelum ditetapkan tersangka. Hal tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan putusan Mahkamah Konstitusi.
Hasil Audit BPKP Ungkap Indikasi Kerugian Negara
Dalam sidang, Kejagung juga memaparkan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait proyek pengadaan laptop Chromebook pada masa jabatan Nadiem. Audit ini mengungkap adanya indikasi perbuatan melawan hukum yang berpotensi menyebabkan kerugian keuangan negara.
“BPKP telah melakukan ekspos bersama penyidik dan auditor, menghasilkan berita risalah pada 19 Juni 2025 yang menyimpulkan adanya perbuatan melawan hukum dalam pengadaan TIK di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, yang berindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara,” jelas Kejagung.
Kejaksaan menegaskan bahwa hasil audit BPKP ini sah secara hukum dan menjadi dasar yang kuat dalam penyidikan tindak pidana korupsi, sejalan dengan banyak putusan pengadilan pidana korupsi yang menggunakan hasil audit serupa sebagai bukti kerugian negara.
Proses Penyidikan dan Penetapan Tersangka yang Telah Dilalui
Kejagung memaparkan proses panjang yang sudah dilakukan sejak awal penyidikan, mulai dari gelar perkara hingga penetapan tersangka. Gelar perkara pertama dilakukan berdasarkan nota dinas laporan hasil ekspos penyidikan nomor R 127 tanggal 14 Juli 2025.
Setelah melalui gelar perkara lanjutan, Nadiem resmi ditetapkan sebagai tersangka pada 4 September 2025 melalui surat penetapan tersangka nomor TAP 63. Kejagung juga mengeluarkan surat perintah penyidikan khusus yang menyebutkan Nadiem sebagai tersangka.
“Surat penetapan tersangka dan surat perintah penyidikan khusus tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari surat perintah penyidikan umum yang telah terbit sebelumnya,” tambah Kejagung.
Dalam proses tersebut, Nadiem juga telah diberitahu haknya untuk menunjuk pendamping dan penasihat hukum, serta telah diperiksa sebagai tersangka sesuai Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tanggal 4 September 2025.
Kejagung: Penetapan Tersangka Sudah Sesuai Aturan
Kejaksaan mengirimkan surat pemberitahuan penyidikan kepada Nadiem, penuntut umum, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai wujud transparansi dan kepatuhan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi RI nomor 130.
“Penetapan tersangka dilakukan setelah Nadiem diperiksa sebagai saksi dan didukung alat bukti yang cukup, termasuk keterangan ahli, surat, petunjuk, dan bukti elektronik,” tegas Kejagung.
Permohonan Praperadilan Ditolak, Kejagung Minta Hakim Tolak Gugatan
Berdasarkan fakta dan bukti yang telah disampaikan, Kejaksaan Agung meminta hakim menolak permohonan praperadilan yang diajukan Nadiem Makarim. Jaksa menilai semua dalil dalam gugatan tersebut tidak berdasar secara hukum.
“Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang memeriksa permohonan praperadilan ini karena cacat formil dan bukan objek kewenangan praperadilan. Oleh karena itu, permohonan tidak dapat diterima,” kata Kejagung.
Eksepsi Kejagung dalam Sidang Praperadilan
- Menerima dan mengabulkan seluruh keterangan jawaban termohon.
- Menyatakan permohonan praperadilan Nomor 113/Pid.Pra/2024/PN Jakarta Selatan tidak beralasan menurut hukum.
- Menolak permohonan praperadilan dari pemohon seluruhnya.
- Membebankan biaya perkara kepada pemohon.






