Media Netizen — Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan kandungan logam tanah jarang pada smelter swasta yang disita dalam kasus korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah periode 2015-2022. Temuan ini membuka peluang penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan penyelundupan logam langka yang bernilai tinggi tersebut.
Juru Bicara Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, menyampaikan bahwa Provinsi Bangka Belitung merupakan salah satu penghasil timah terbesar di Indonesia. Namun, praktik tata niaga timah di daerah ini selama bertahun-tahun diduga sarat korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Penindakan Korupsi Timah dan Temuan Logam Tanah Jarang
“Kejagung telah melakukan penindakan dengan menetapkan 23 tersangka serta lima korporasi sebagai pihak yang terlibat,” ujar Febrie saat konferensi pers di Kota Pangkalpinang, Senin (6/10/2025). Langkah ini diharapkan dapat memperbaiki pengelolaan timah di Bangka Belitung agar hasilnya lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Dalam proses penindakan, Kejagung menemukan adanya kandungan rare earth atau logam tanah jarang dalam pengelolaan timah. Logam tersebut diduga memiliki nilai jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan timah biasa.
“Apakah timah ini punya nilai tinggi? Sangat tinggi. Bahkan, operasi ini juga melibatkan bantuan dari TNI. Indikasi awal menunjukkan selain kandungan timah, ada juga logam tanah jarang di sini,” jelas Febrie.
Febrie menambahkan, saat ini kandungan tersebut masih dalam tahap penelitian bersama para ahli untuk memastikan jenis-jenis logam tanah jarang yang ada.
Dugaan Penyelundupan dan Ancaman Kerugian Negara
Ketua Satgas Pemberantasan Korupsi Harta Kekayaan (PKH) ini juga mengungkapkan kekhawatiran terkait aktivitas penyelundupan logam tanah jarang yang tidak sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
“Jika diselundupkan, maka kewajiban negara tidak terpenuhi dan pendapatan negara yang seharusnya diperoleh hilang. Uang hasil penyelundupan juga mengalir ke luar negeri sehingga sulit dikendalikan,” paparnya.
Menurut Febrie, penyelundupan ini kerap terjadi di wilayah laut dengan menggunakan teknologi sederhana seperti alat sedot. Namun, pengawasan dan penindakan yang tegas selama ini masih kurang.
“Produk ini harus diamankan agar tidak keluar secara ilegal dan melanggar hukum,” tegasnya.
Langkah Kejagung Selanjutnya dalam Penyelidikan
Mengenai kemungkinan pengusutan dugaan penyelundupan logam tanah jarang, Febrie menyebut ada dua langkah yang dapat dilakukan oleh Kejagung. Pertama, jaksa penuntut umum dapat mengajukan pendapat di akhir persidangan jika ditemukan tersangka baru yang belum diproses hukum.
“Jika ada tersangka lain, kita pasti akan lanjutkan proses penyelidikan dan penindakan,” ujarnya.
Kedua, Kejagung dapat melakukan penyitaan eksekusi terhadap aset-aset milik terpidana untuk menutupi kerugian negara.
“Sita eksekusi ini menjadi langkah penting untuk mengembalikan kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh kasus tersebut,” jelas Febrie.






