Media Netizen — Jumlah kursi anggota DPRD DKI Jakarta diprediksi mengalami penurunan signifikan pada periode mendatang. Hal ini terkait perubahan regulasi dalam Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) yang berimbas pada alokasi kursi dewan.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, Wahyu Dinata, mengungkapkan hal tersebut dalam diskusi publik bertajuk Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi DPRD DKI Jakarta yang digelar di ruang paripurna DPRD DKI, Rabu (8/10/2025). Diskusi ini juga dihadiri Wakil Ketua DPRD DKI Wibi Andrino dan Komisioner KPU RI Idham Holik.
Perubahan Aturan UU DKJ Pengaruhi Jumlah Kursi
Wahyu menjelaskan, perubahan dalam UU DKJ menghilangkan klausul pengecualian yang sebelumnya memperbolehkan alokasi kursi DPRD sebesar 125 persen dari hitungan standar. Tanpa klausul tersebut, penentuan jumlah kursi harus kembali merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Data Agregat Kependudukan (DAK) 2 yang dipakai pada Pemilu 2024.
“Kalau berdasarkan data DAK 2, jumlah penduduk DKI sekitar 11 juta jiwa. Artinya, jumlah kursi DPRD DKI seharusnya menjadi 100, bukan 106,” jelas Wahyu.
Peluang Revisi UU Pemilu untuk Menentukan Kursi
Meskipun demikian, Wahyu menambahkan masih ada kemungkinan perubahan jumlah kursi melalui revisi Undang-Undang Pemilu yang tengah direncanakan.
“Kita lihat nanti revisinya seperti apa. Kalau tidak ada perubahan, otomatis kembali ke undang-undang lama. Saat ini jumlah kursi 106, bisa berkurang enam kursi,” tambahnya.
Aspek Kesejahteraan dan Kebutuhan Wilayah Jadi Pertimbangan
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Wibi Andrino menilai penentuan jumlah kursi dewan tidak cukup hanya didasarkan pada jumlah penduduk semata. Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek kesejahteraan dan kebutuhan wilayah masing-masing.
“Soal jumlah kursi DPRD, kita harus melihat indikator kesejahteraan. Jangan sampai politik ini justru menjadi beban baru di tengah sinisme publik terhadap proses politik,” ujar Wibi.
Wibi juga menyoroti rendahnya kepercayaan publik terhadap wakil rakyat. Ia mengingatkan sejumlah demonstrasi besar yang sempat berujung pembakaran gedung DPRD di beberapa daerah sebagai bentuk kekecewaan masyarakat.
“Kepercayaan publik harus dikembalikan lewat kinerja yang nyata. Jangan malas untuk melakukan crossing indikator kebutuhan masyarakat. Libatkan partisipasi publik lewat kehadiran anggota dewan,” tegasnya.
Harapan pada Revisi UU Pemilu
Menurut Wibi, revisi UU Pemilu yang akan datang sebaiknya mengedepankan kemaslahatan publik, bukan hanya sekadar menghitung jumlah penduduk.
“Harapan kami, pembahasan revisi UU Pemilu tidak hanya melibatkan angka jumlah jiwa, tetapi juga proporsi wilayah dalam menyelesaikan berbagai masalah,” pungkasnya.