Media Netizen — Di tengah percepatan digitalisasi global, pemerintah Jerman mengambil langkah besar dengan mengadopsi kecerdasan buatan (AI) sebagai bagian utama dalam modernisasi birokrasi negara. Langkah ini dipacu untuk memotong biaya birokrasi hingga 25 persen pada 2029 dan memperluas layanan publik secara daring.
Agenda Modernisasi yang disetujui di bawah kepemimpinan Kanselir Friedrich Merz meliputi pengembangan platform daring khusus bagi bisnis ekspor, yang mengintegrasikan informasi regulasi dan opsi kredit. Selain itu, proses pengajuan visa juga akan dipercepat dengan bantuan AI dalam meninjau dokumen pemohon.
Weimatar: Avatar AI Jadi Wajah Baru Kementerian
Untuk mendukung langkah ini, pemerintah meluncurkan Weimatar, avatar AI dari Menteri Kebudayaan dan Media Wolfram Weimer. Avatar ini mampu berkomunikasi dalam 100 bahasa dan dipromosikan sebagai contoh AI yang adil. Kehadiran Weimatar di media sosial diharapkan dapat menjangkau audiens yang lebih luas sekaligus menghemat waktu dengan pembuatan video pelatihan yang cepat dan selalu diperbarui.
Namun, Holger Hoos, Profesor AI dari Humboldt Foundation di Universitas RWTH Aachen, menilai bahwa para pengambil kebijakan belum sepenuhnya memahami teknologi ini. Ia menilai janji penggunaan AI yang adil dan bertanggung jawab masih perlu diuji lebih lanjut.
Rekomendasi Etis dan Fokus Infrastruktur Digital
Pada 2023, para profesor AI dari Humboldt bertemu dengan pembuat kebijakan untuk menyusun rekomendasi etis bagi penerapan AI di pemerintahan. Hoos menekankan bahwa kebijakan negara harus didasarkan pada ilmu pengetahuan, bukan semata-mata kepentingan bisnis.
“Pemerintah punya kewajiban moral untuk mengikuti nasihat yang kompeten. Tidak bisa hanya mendengar industri yang sering kali punya kepentingan tertentu,” ujarnya. Ia juga menyambut positif langkah Menteri Digitalisasi Karsten Wildberger yang fokus memperbaiki infrastruktur digital Jerman yang selama ini tertinggal.
AI sebagai Kunci Pertumbuhan Masa Depan
Wildberger mengingatkan bahwa jika Jerman terlambat mengadopsi AI secara luas, negara ini justru akan kehilangan lebih banyak pekerjaan. Menurutnya, AI adalah kunci pertumbuhan masa depan yang dapat mengubah dunia dengan dampak lebih besar dibanding teknologi sebelumnya.
Penggunaan AI juga mulai meluas di tingkat negara bagian dan lokal. Contohnya, di Baden-Württemberg, layanan publik berbasis AI sudah diluncurkan, termasuk chatbot pemerintah di Ludwigsburg serta pemanfaatan ChatGPT milik OpenAI untuk mengoptimalkan administrasi publik.
Tantangan dan Kritik terhadap Tren AI Generatif
Banyak pertanyaan muncul terkait apakah pemerintah terlalu terbuai dengan hype AI generatif, sementara tren ini mulai meredup di beberapa negara. Situs kebijakan Netzpolitik bahkan menuding pemerintah memperpanjang reputasi Jerman yang tertinggal di bidang digital.
Menurut Hoos, manfaat AI yang sesungguhnya akan muncul jika model AI dikembangkan secara spesifik untuk menyelesaikan masalah tertentu, seperti memangkas birokrasi yang tidak efisien. Hal ini sangat penting mengingat tantangan kekurangan tenaga kerja akibat populasi yang menua.
Proyek Percontohan AI di Berbagai Kota
Dalam 10 tahun ke depan, Hoos memperkirakan AI akan digunakan di semua lembaga publik dan tingkatan pemerintahan. Beberapa proyek percontohan sudah berjalan, seperti perencanaan kota dan manajemen lalu lintas di Köln, sistem pengumpulan sampah di München, serta deteksi dini penyakit di rumah sakit Heidelberg.
Pengawasan dan Etika dalam Penggunaan AI
Meski potensi besar AI diakui, pakar hukum dan etika menekankan pentingnya pengawasan ketat, terutama di bidang sensitif seperti kesehatan, peradilan, dan imigrasi. Jan Christian Swoboda, mahasiswa hukum, menyatakan bahwa AI dapat membantu proses awal atau kasus standar, namun keputusan akhir harus tetap melibatkan tinjauan manusia, khususnya dalam kasus yang kompleks atau menyangkut hak dasar.
Kedaulatan Teknologi dan Perlindungan Data
Regulasi perlindungan data di Jerman sangat ketat, terutama untuk penerapan AI di sektor publik. Data pribadi harus dilindungi dari akses tidak sah dan tidak disimpan lebih lama dari yang diperlukan. Warga juga berhak mengetahui serta mengontrol data yang dikumpulkan mengenai mereka.
Hoos mengingatkan bahwa meskipun ada janji kedaulatan digital melalui cloud berbasis Jerman, kemitraan antara OpenAI dan SAP dapat menimbulkan ketergantungan pada aktor asing. Ini menimbulkan kekhawatiran terkait pengelolaan data publik yang sensitif.
“Dana publik seharusnya digunakan untuk membangun kemampuan AI di tingkat Jerman dan Uni Eropa, bukan untuk teknologi asing yang masih dipertanyakan,” ujar Hoos. Keinginan Jerman menjadi pemimpin AI yang terintegrasi di berbagai sektor menuntut kemandirian teknologi sebagai syarat utama.






