Media Netizen — Menjelang peringatan Hari Pahlawan, Bambang Soesatyo atau Bamsoet kembali menegaskan pentingnya pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden RI ke-2 Soeharto. Selain itu, Bamsoet juga mengingatkan soal gelar pahlawan kepada Presiden ke-4, K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Bamsoet yang kini menjabat sebagai Ketua MPR RI ke-15 dan Dewan Penasehat Yayasan Pembela Tanah Air (YAPETA) menjelaskan bahwa pada Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan MPR RI periode 2019-2024, tepatnya tanggal 25 September 2024, pimpinan MPR telah mengusulkan kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan gelar pahlawan nasional bagi Soeharto dan Gus Dur. Selain itu, usulan juga mencakup pemulihan hak-hak Presiden Soekarno sebagai Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia.
Pencabutan Nama Soeharto dari Ketetapan MPR
Bamsoet menyampaikan bahwa sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa Soeharto, MPR resmi mencabut nama Presiden kedua RI tersebut dari Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998. Ketetapan ini sebelumnya memerintahkan penyelenggaraan negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Keputusan pencabutan itu merupakan hasil rapat gabungan MPR pada 23 September 2024 yang diikuti oleh 575 anggota DPR RI dan 136 anggota DPD RI. Dengan pencabutan ini, menurut Bamsoet, tidak ada lagi hambatan yang menghalangi pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.
Momen Rekonsiliasi Nasional
Bamsoet menilai pencabutan nama Soeharto dari Ketetapan MPR XI/1998 menjadi momen bersejarah yang menandai langkah rekonsiliasi nasional. Keputusan tersebut juga merupakan pengakuan atas kontribusi besar Soeharto dalam perjalanan bangsa Indonesia.
“Dengan dicabutnya Tap MPR tersebut, beban politik dan stigma yang selama ini melekat kepada Pak Harto secara formal sudah selesai. Kini saatnya kita menatap sejarah dengan cara yang lebih adil dan objektif. Mengakui keberhasilan tanpa mengingkari pelajaran dari masa lalu,” ujar Bamsoet dalam keterangannya, Kamis (9/10/25).
Keberhasilan Soeharto dalam Pembangunan Nasional
Bamsoet memaparkan bahwa sejarah mencatat keberhasilan Soeharto dalam membangun bangsa dari kondisi sulit menuju era stabilitas dan kemajuan. Setelah peristiwa 1965 yang mengguncang politik dan ekonomi nasional, Soeharto berhasil memulihkan pemerintahan dan mengonsolidasikan negara.
Dia menata ulang sistem ekonomi, memperkuat lembaga negara, serta mengembalikan kepercayaan internasional terhadap Indonesia. “Di tangan Pak Harto, bangsa ini mengalami masa keemasan pembangunan. Dari sektor pangan, kita mencapai swasembada beras pada 1984 dan mendapat penghargaan dari FAO. Sektor pendidikan juga berkembang dengan pembangunan sekolah dasar di setiap desa. Infrastruktur seperti jalan raya, waduk, pelabuhan, hingga jaringan listrik dibangun merata di seluruh negeri,” jelas Bamsoet.
Nilai-Nilai Kepemimpinan Soeharto
Bamsoet mengingatkan bahwa Soeharto adalah sosok yang menanamkan nilai-nilai disiplin, kerja keras, dan kemandirian dalam pembangunan nasional. Program-program seperti Instruksi Presiden (Inpres) untuk Desa Tertinggal, transmigrasi, Bimas dan Inmas pertanian, serta Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) menjadi tonggak penting dalam pembangunan sistematis dan berkelanjutan.
“Pak Harto adalah figur dengan dedikasi luar biasa terhadap bangsa. Beliau membangun negara ini dengan ketegasan dan visi jauh ke depan. Gelar pahlawan nasional bukan sekadar simbol penghargaan, melainkan refleksi atas perjalanan sejarah bangsa,” tegas Bamsoet.
Penghormatan Tanpa Menghapus Catatan Sejarah
Bamsoet menegaskan bahwa memberikan penghargaan kepada Soeharto bukan berarti menghapus catatan sejarah kritis pada akhir masa kekuasaannya. Namun, penghargaan ini menempatkan peran dan jasanya dalam keseimbangan sejarah bangsa serta menjadi simbol penghormatan negara kepada pemimpin yang berjasa besar.
“Keputusan memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Pak Harto akan menjadi langkah bersejarah dan simbol rekonsiliasi nasional. Bangsa yang besar adalah bangsa yang berani menghormati pemimpinnya dan menempatkan sejarah secara adil, tanpa dipengaruhi emosi politik masa lalu,” pungkas Bamsoet.