Berita

BMKG Prediksi Musim Hujan 2025/2026: Awal Lebih Cepat dan Durasi Lebih Panjang

— Musim hujan selalu menjadi perhatian penting bagi masyarakat Indonesia, terutama karena pengaruhnya yang besar terhadap aktivitas sehari-hari dan sektor strategis seperti pertanian, energi, hingga kebencanaan. Pada tahun 2025/2026, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan gambaran terbaru terkait prediksi musim hujan yang menunjukkan perubahan pola dibandingkan dengan 30 tahun terakhir.

Prediksi musim hujan ini disusun berdasarkan pemantauan dinamika atmosfer dan kondisi laut yang memengaruhi curah hujan di berbagai wilayah Indonesia. Berikut rangkuman informasi utama dari laporan resmi BMKG.

Dinamika Iklim Global yang Mempengaruhi Curah Hujan

BMKG menjelaskan kondisi iklim global sebagai faktor utama yang menentukan intensitas musim hujan di Indonesia. Fenomena El Niño-Southern Oscillation (ENSO) diprediksi cenderung netral sepanjang tahun 2025. Namun, sebagian kecil model iklim global memperkirakan potensi terjadinya La Niña lemah pada akhir 2025, yang dapat meningkatkan curah hujan di sejumlah daerah.

Selain itu, Indian Ocean Dipole (IOD) saat ini berada pada fase negatif dan diperkirakan bertahan hingga November 2025. Fase negatif IOD biasanya berkontribusi pada peningkatan curah hujan, khususnya di wilayah barat Indonesia. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa musim hujan tahun ini berpeluang lebih intens di beberapa daerah.

Awal Musim Hujan di Berbagai Wilayah

Awal musim hujan di Indonesia bervariasi karena keragaman iklim dan topografi. BMKG memprediksi sebagian besar wilayah mulai mengalami hujan antara September hingga November 2025. Berikut distribusi awal musim hujan menurut Zona Musim (ZOM):

  • 79 ZOM memasuki musim hujan pada September 2025
  • 149 ZOM pada Oktober 2025
  • 105 ZOM pada November 2025
  • 96 ZOM diprediksi mengalami hujan sepanjang tahun tanpa jeda kemarau

Jika dibandingkan dengan data normal periode 1991-2020, sekitar 42,1% ZOM atau 294 zona mengalami musim hujan lebih cepat. Sementara sejumlah wilayah lain justru mengalami awal hujan yang lebih lambat dari biasanya.

Sifat dan Intensitas Curah Hujan

BMKG juga menilai sifat musim hujan yang akan terjadi. Secara umum, musim hujan 2025/2026 diperkirakan mendekati kondisi normal. Artinya, sebagian besar wilayah tidak akan mengalami curah hujan yang jauh lebih tinggi maupun lebih rendah dari rata-rata.

Rincian sifat musim hujan adalah sebagai berikut:

  • 486 ZOM (69,5%) bersifat normal
  • 194 ZOM (27,8%) diperkirakan lebih basah dari normal
  • 19 ZOM (2,7%) cenderung lebih kering

Puncak Musim Hujan Berbeda di Setiap Wilayah

Puncak musim hujan juga tidak serentak di seluruh Indonesia. Wilayah barat seperti sebagian besar Sumatera dan Jawa bagian barat diperkirakan mencapai puncak hujan pada November hingga Desember 2025. Sedangkan wilayah selatan dan timur, termasuk Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, akan mengalami puncak hujan pada Januari hingga Februari 2026.

Dibandingkan periode normal, puncak hujan kali ini cenderung terjadi sama atau lebih cepat. Hal ini menandakan curah hujan tertinggi akan datang lebih awal di sebagian besar wilayah.

Durasi Musim Hujan Lebih Panjang

Durasi musim hujan menjadi faktor utama karena memengaruhi ketersediaan air, pola tanam, dan risiko banjir. BMKG memprediksi musim hujan 2025/2026 berlangsung lebih lama dibandingkan rata-rata.

Data durasi musim hujan menunjukkan:

  • 324 ZOM (46,4%) mengalami musim hujan lebih panjang
  • 110 ZOM (15,7%) memiliki musim hujan lebih pendek
  • 56 ZOM (8%) durasinya sama dengan normal

Variasi durasi sangat dipengaruhi karakteristik wilayah. Contohnya, di Kalimantan hujan dapat berlangsung lebih dari 24 dasarian, sementara di Nusa Tenggara relatif lebih singkat.

Rekomendasi BMKG untuk Mengantisipasi Dampak

Prediksi musim hujan ini bukan hanya menjadi informasi ilmiah, tetapi juga pedoman praktis bagi berbagai sektor. BMKG mengimbau beberapa langkah antisipasi sebagai berikut:

  • Pertanian: menyesuaikan jadwal tanam dan memilih varietas tanaman tahan genangan air.
  • Perkebunan: mengelola drainase dan pemupukan agar nutrisi tanaman tidak hilang akibat hujan berlebih.
  • Energi dan Lingkungan: mengoptimalkan pengelolaan waduk, konservasi air, dan penambahan ruang terbuka hijau.
  • Kesehatan: meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit berbasis lingkungan seperti demam berdarah yang risiko meningkat saat curah hujan tinggi.
  • Kebencanaan: meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi banjir, longsor, dan bencana hidrometeorologi di wilayah rawan.

Dengan prediksi musim hujan yang datang lebih awal dan durasi lebih panjang, masyarakat serta pelaku sektor strategis diharapkan dapat mempersiapkan diri lebih baik guna menghadapi dinamika cuaca yang akan terjadi.

Jangan ketinggalan informasi penting! Follow kami sekarang di Google News.

Penulis: Sony Watson