Media Netizen — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pada Januari 2025 menuai sorotan setelah ribuan orang mengalami keracunan. Data resmi menyebutkan sebanyak 6.517 korban keracunan akibat program ini tercatat hingga saat ini.
Situasi ini memunculkan pertanyaan penting, yaitu siapa yang bertanggung jawab atas biaya pengobatan para korban? Badan Gizi Nasional (BGN) memberikan penjelasan resmi mengenai mekanisme pendanaan untuk menanggulangi kasus keracunan tersebut.
Dua Mekanisme Pendanaan untuk Korban Keracunan MBG
Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, menjelaskan terdapat dua mekanisme utama dalam pembiayaan pengobatan korban MBG. Pertama, untuk wilayah yang sudah menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) melalui pemerintah daerah (Pemda), biaya pengobatan ditanggung oleh Pemda melalui klaim asuransi.
“Ada dua mekanisme penanggulangan biaya dan ini sudah terjadi. Jadi ada dua daerah yang menetapkan KLB di tingkat kabupaten/kota dan ketika menetapkan KLB, Pemda bisa mengklaim pendanaan itu ke asuransi,” ujar Dadan saat konferensi pers di Kementerian Kesehatan, Kamis (2/10/2025).
Daerah yang Sudah Tetapkan KLB dan Tanggung Jawab Pembiayaan
Dua daerah yang sudah menetapkan KLB adalah Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Garut. Penetapan KLB ini memungkinkan pemerintah daerah untuk mengelola dan mengklaim biaya pengobatan korban melalui asuransi yang tersedia.
Sementara itu, untuk daerah-daerah yang belum menetapkan status KLB, seluruh biaya pengobatan korban keracunan MBG masih menjadi tanggung jawab Badan Gizi Nasional.
“Kemudian daerah yang tidak menetapkan KLB, seluruh biaya sejauh ini ditanggung oleh BGN,” jelas Dadan.
Pernyataan Menteri Kesehatan soal Status KLB Nasional
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa kasus keracunan MBG belum ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) tingkat nasional. Ia menyebut adanya aturan khusus yang mengatur penetapan KLB nasional, namun hingga kini kasus MBG belum memenuhi kriteria tersebut.
“Kalau KLB naik ke skala nasional itu ada aturannya di UU, saya tidak ingat aturannya. Sekarang belum masuk, ya,” ujar Menkes Budi dalam kesempatan yang sama.