Media Netizen — Seratus tiga puluh tujuh aktivis dari Global Sumud Flotilla yang membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza akhirnya tiba di Istanbul, Turki, setelah dideportasi oleh Israel. Para aktivis ini mengungkapkan bahwa mereka mengalami kekerasan dan diperlakukan tidak manusiawi selama penahanan oleh militer Israel.
Misi armada ini berlayar sejak sebulan lalu dengan membawa bantuan serta para aktivis dan politisi, termasuk aktivis lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg. Namun, kapal-kapal yang berupaya menuju Gaza tersebut diblokade oleh Israel, yang kemudian menahan lebih dari 400 orang dan mulai melakukan deportasi sejak Jumat lalu.
Aktivis Dideportasi ke Istanbul dan Diterima Keluarga
Dari total yang ditahan, sebanyak 137 aktivis dari 13 negara diterbangkan ke Istanbul pada Sabtu (4/10) menggunakan pesawat Turkish Airlines yang disewa khusus. Di antara mereka terdapat 36 warga negara Turki. Keluarga para aktivis Turki menyambut kedatangan di ruang VIP bandara Istanbul dengan membawa bendera Turki dan Palestina, serta meneriakkan kecaman terhadap Israel.
Setibanya di Istanbul, para aktivis Turki menjalani pemeriksaan medis dan dijadwalkan hadir di pengadilan pada hari Minggu untuk memberikan kesaksian terkait pengalaman mereka selama penahanan.
Pengalaman Kekerasan Saat Penahanan
Paolo Romano, anggota dewan daerah Lombardy, Italia, yang juga ikut dalam armada tersebut, menceritakan saat kapal mereka dicegat oleh sejumlah kapal militer Israel. Menurutnya, beberapa kapal terkena tembakan meriam air sebelum penumpang dipaksa turun dan dibawa ke pantai oleh pasukan bersenjata lengkap.
“Kami diminta berlutut dan tengkurap, jika bergerak sedikit saja kami dipukul. Mereka menghina dan menertawakan kami,” ujar Romano kepada AFP di bandara Istanbul. Ia menambahkan bahwa tentara Israel juga melakukan kekerasan psikologis dan fisik secara sistematis.
Selain itu, para aktivis dipaksa mengaku memasuki wilayah Israel secara ilegal, padahal mereka beroperasi di perairan internasional. Setelah tiba di daratan, mereka ditahan di penjara tanpa izin keluar dan bahkan tidak diberikan air minum kemasan.
“Kami dibuka pintu selnya pada malam hari dan diteriaki dengan senjata untuk menakut-nakuti,” tutur Romano. “Kami diperlakukan seperti binatang,” tambahnya.
Kesaksian Aktivis dan Jurnalis
Aktivis asal Malaysia, Iylia Balqis (28), menyebut pencegatan ini sebagai pengalaman terburuk yang pernah dialaminya. Ia mengatakan banyak dari mereka diborgol dengan tangan di belakang, dipaksa berbaring tengkurap, serta tidak mendapat air dan obat-obatan yang diperlukan.
Jurnalis Italia Lorenzo D’Agostino yang ikut meliput misi ini juga menyatakan bahwa armada mereka diculik di perairan internasional, sekitar 88 kilometer dari Gaza. “Dua hari mengerikan di penjara yang akhirnya berakhir berkat tekanan publik internasional yang mendukung Palestina,” katanya.
“Saya berharap situasi ini segera berakhir karena perlakuan yang kami terima sangat biadab,” tambah Lorenzo.
Israel Percepat Deportasi Aktivis
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Israel menyatakan telah mendeportasi 137 aktivis dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Italia, Inggris, Swiss, dan Yordania, yang mereka sebut sebagai “provokator armada Hamas-Sumud”.
Melalui akun X resminya, kementerian tersebut mengonfirmasi bahwa Israel berupaya mempercepat deportasi semua aktivis yang terlibat dalam misi ini. Penahanan dan deportasi ini terjadi di tengah ketegangan yang tinggi akibat konflik yang terus berlangsung di Gaza.






